SimadaNews.com-Bupati Simalungun JR Saragih, melanggar intruksi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihna Kepala Daerah (Pilkada).
Pasalnya, JR Saragih melakukan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun, pada Kamis 6 Agustus 2020, lalu.
Sumber SimadaNews.com, Sabtu 8 Agustus 2020, menceritakan bahwa pada Kamis lalu, JR Saragi merotasi sejumlah jabatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD)lingkungan Pemkab Simalungun, mulai dari pejabat Eselon II, III dan IV.
“Ada rotasi itu kemarin. Tapi aku lupa siapa saja yang dirotasi. Kalau tidak salah, Kepala Badan Pendapatan roker atau tukar posisi menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),” kata sumber itu.
Selain pejabat setingkat Eselon II, ada juga rotasi di lingkungan Dinas Pendidikan Simalungun. Dimana pejabat Eselon IV setingkat Kordinator Wilayah (Korwil) ada juga yang dirotasi.
Sumber SimadaNews.com, juga menyebutkan bahwa kebijakan melakukan rotasi jabatan di lingkungan Pemkab Simalungun, sudah sering dilakukan sejak awal Tahun 2020 oleh Bupati Simalungun JR Saragih. Padahal, sesuai ketentuan rotasi jabatan tidak bisa dilakukan menjelang pelaksanaan Pilkada Tahun 2020.
Sementara, sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dalam pasal 71 ayat 2 disebutkan, bahwa kepala Daerah yang daerahnya melakanakan Pilkada, dilarang melakukan mutasi pejabat.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pada 23 Januari 2020, usai pertemuan dengan KPU-RI membahas pelaksanaan Pilkada Serentak di 270 daerah di Indoensia, juga menegaskan larang mutasi pejabat itu.
Pada waktu itu, Tito mengatakan larangan mutasi pejabat berpedoman pada pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Berdasarkan peraturan itu mutasi pejabat oleh kepala daerah dilarang, kecuali atas izin Kemendagri,” kata Tito.
“Tidak boleh dilaksanakan pemindahan, mutasi pejabat di daerah yang ada pilkadanya, kecuali atas izin pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri,” tambah Tito.
Tito menerangkan, dalam undang-undang pilkada, larangan melakukan mutasi enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (paslon) yang bertarung pada Pilkada. Bahkan, dalam aturan itu, bagi para kepala daerah yang melakukan pelangaran dincam penjara maksimal enam bulan dan denda Rp6 juta.
Tito menyebut, larangan itu tidak berlaku jika mutasi dilakukan karena ada pejabat yang meninggal dunia, sakit, atau tidak dapat menjalankan tugasnya. Namun mutasi tetap harus melalui persetujuan Kemendagri.
Selain larangan mutasi, Tito juga melarang kepala daerah mengganti ASN yang ditugaskan membantu kesekretariatan penyelenggara pemilu daerah.
Sebelumnya, larangan mutasi pejabat oleh kepala daerah jelang Pilkada Serentak 2020 juga sudah disampaikan Bawaslu. Bawaslu menyebut larangan mutasi jabatan jelang pilkada guna menjaga netralitas ASN di daerah. (snc)
Editor:Hermanto Sipayung

Discussion about this post