SimadaNews.com-Dua proyek pembangunan jalan di Simalungun, yakni proyek pembangunan Jalan Marubun Lokkung-Bahoan dan Jalan Negeri Dolok-Tinggi Raja, dilaporkan Sumatera Transparansi ke Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Sumut. Laporan itu terungkap sesui relis pers yang diterima SimadaNews.com, Senin (27/8).
Dalam relis itu, pengurus Sumut Transparansi Dedi Azhar, menyebutkan, realisasi dua paket proyek/kegiatan peningkatan jalan yang dibangun dengan biaya APBD Simalungun Tahun Anggara 2017, total nilai kontrak sebesar Rp34.730.000.000.
Namun, kuantitas dan kualitasnya diduga tidak tidak sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan.
”Kami sudah melaporkan dugaan korupsi itu ke Kejati Sumut dengan surat Nomor: 47/DPP-Sutra/LAP/VIII/2018,” kata Dedy.
Dedy mengugkapkan, dia bersama timnya menemukan sejumlah fakta kejanggalan yang patut dijadikan indikasi dugaan penyimpangan pekerjaan di dua kegiatan fisik yang alokasi dananya berada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Simalungun itu.
Adapun dua kegiatan peningkatan jalan dengan total nilai kontrak sebesar Rp34.730.000.000 tersebut yakni peningkatan jalan jurusan Marubun Lokkung–Bahoan, Kecamatan Dolok Silou Rp19.080.000.000.
Kemudian, peningkatan jalan jurusan Negeri Dolok-Tinggi Raja-Bahoan, Kecamatan Silou Kahean Rp15.650.000.000.
Dedi berpendapat, bahwa dalam realisasinya dua kegiatan peningkatan jalan itu diduga sarat penyimpangan dengan cara melakukan praktik mark-up material pekerjaan, volume pekerjaan dan penyimpangan terhadap perencanaan atau gambar kerja.
“Diduga konstruksinya tidak memenuhi syarat baik secara teknis maupun spesifikasi,” jelas Dedy.
Dia melanjutkan, beberapa temuan dimaksud diantaranya mulai dari ketebalan lapis permukaan hotmix, pembuatan bahu jalan dan tebal lapis permukaan perkerasan telford, bahan pembuatan tembok penahan tanah dan leanning drainase, bahan dan tebal rigid beton pada bahu jalan hingga pasangan pengaman bahu jalan. Akibat kondisi tersebut bangunan yang belum berusia satu tahun sudah mulai mengalami kerusakan yang signifikan.
Dedy menambahkan, kondisi tersebut merupakan suatu bukti dinas terkait tidak serius melakukan pengawasan. Sehingga fakta itu juga menjadi indikasi dugaan Dinas PUPR tidak sepenuhnya bekerja secara skala prioritas prestasi dan atau lebih pada materi.
“Dalam hal kinerja, diduga PPK melakukan “konspirasi tidak sehat” bersama pihak penyedia jasa sehingga terkesan adanya pembiaran dalam hal dugaan penyimpangan kegiatan yang dilaksanakan penyedia jasa/kontraktor,” katanya. (rel/snc)