SimadaNews.com – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Pematangsiantar-Simalungun mengadakan aksi turun ke jalan terkait kenaikan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan tahun 2021-2023, dengan rute aksi dari Jalan Merdeka, singgah ke Kantor Walikota dan ke kantor DPRD Siantar, Senin (10/05/2021).
Aksi tersebut dihadiri puluhan kader dengan tetap menaati dan menerapkan protokol kesehatan, dengan pimpin aksi Theo Naibaho, kordiantor lapangan, Andry Napitupulu dan Natalia Silitonga, menolak keputusan PERWA Kota pematangsiantar No 04 tahun 2021 tentang kenaikan NJOP 1000 persen yang membuat masyarakat merasa tercekik, dimana perekonomian belum stabil karena imbas dari pandemi Covid–19.
Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun, Juwita Theresia Panjaitan menyampaikan, “kami sangat kecewa melihat Pemerintah kami saat ini, karena sudah tidak lagi pro kepada rakyat kecil, karena di masa pandemi covid-19 telah kehilangan hati nuraninya dengan menerapkan satu peraturan yang kami nilai sangat mencekik masyarakat Kota Pematangsiantar yang perekonomianyan rata-rata menegah ke bawah.”
Oleh karena itu GMKI Pematangsiantar-Simalungun menegaskan agar PERWA Kota pematangsiantar No 04 agar segera dicabut.
“Saat kami menyampaikan aspirasi serta kajian kami, Walikota malah tidak menyambut kami dengan baik, kami sangat kecewa kepada Walikota saat ini. GMKI sebagai control social dan agen perubahan, akan selalu mengawasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kota,” ucap Juwita
Menurut Theo Naibaho, Perwa cacat prosedural dan juga tidak memperhatikan dampak sosial masyarakat, tidak berlandaskan PMK Nomor 208/PMK/07/2018 tentang PBB P-3 khususnya pada pasal 4 & pasal 5 dan juga pada pasal 9.
Orasi yang sama disampaikan di kantor DPRD dan meminta DPRD melakukan pengawasan terhadap segala produk kebijakan yang dikeluarkan Pemko Pematangsiantar.
Anggota DPRD Pematangsiantar, Netty Sianturi mengatakan bahwa pihaknya telah mempertanyakan terkait NJOP tersebut kepada pihak terkait, lalu soal tuntutan mahasiswa ia akan menyamapaikan kepada pimpinan DPRD.
Mendengarkan jawaban itu, mahasiswa sempat kesal karena harapan mereka sebelumnya untuk bisa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tidak terealisasikan.
Argumentasi antara mahasiswa dengan Netty Sianturi tidak dapat terelakkan. Namun mahasiswa merasa tidak mendapatkan solusi. Sedangkan Netty Sianturi memilih meninggalkan pengunjuk rasa. (***)

Discussion about this post