BANJIR kiriman–itu istilah yang sering disebut–sudah menjadi pemandangan biasa di sejumlah titik di pemukiman Kota Medan, saat debit air hujan tinggi mengguyur.
Salah satu penyebabnya, adalah ketidakmampuan Sungai Deli dan Sungai Babura, menampung debit air yang tinggi, sehingga meluap dan meluber ke pemukiman penduduk di sepanjang bantaran kedua sungai tersebut.
Terakhir, menurut catatan, musibah banjir terjadi pada Sabtu (14/9) malam. Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin mengungkapkan bahwa hal itu terjadi karena banjir kiriman.
Gubsu Edy Rahmayadi pun menggelar rapat penanganan masalah banjir pada Selasa (18/9) yang memutuskan dibentuknya tim ahli untuk menyusuri bantaran sungai dari hulu hingga hilir, dengan masa kerja 2 minggu.
Tim tersebut akan mengumpulkan masalah yang terakomodir untuk dilaporkan ke Gubsu dan kemudian mencari solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah banjir Kota Medan.
Yang diendus-endus dari masalah ini, adalah normalisasi bantaran sungai dengan pembebasan jalur hijau selebar 15 meter dari bibir sungai. Jika ini yang terjadi, maka akan ada relokasi penduduk yang bermukim di sepanjang bantaran sungai.
Dengan sudah dimulainya tim bekerja, dan berkontak komunikasi dengan masyarakat di sepanjang bantaran sungai, disadari atau tidak, sudah menimbulkan masalah. Setidaknya, ada perasaan resah dan kekhawatiran dalam diri masyarakat. Ini berkaitan dengan masalah psikologis.
Terhadap masalah psikologis tersebut, pihak terkait (Pemprov Sumut dan Pemko Medan), patutlah memberikan pemahaman secara terbuka dan transparan kepada masyarakat. Tentu dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang dinilai mumpuni untuk didengar dalam penyampaian pesan penanggulangan masalah banjir yang ditempuh teraebut.
Seperti yang diharapkan, bagaimana Pemorov Sumut dan Pemko Medan, berkemampuan memanusiawikan manusia dalam program normalisasi bantaran sungai untuk penanggulangan masalah banjir Kota Medan.
Melalui keterbukaan dan tranparansi gelar program tersebut, setidaknya masyarakat di sepanjang bantaran sungai, dapat lebih memahami program dan menerimanya dengan ketulusan hati. Hal ini, merupakan upaya tindakan preventif tidak terjadinya kehadiran pihak tertentu untuk menunggangi program kepentingan orang banyak tersebut dengan upaya provokasi.
Program penanggulangan normalisasi bantaran sungai dan relokasi masyarakat yang bermukim, harus mendapat apresiasi kebaikan dari berbagai lapisan elemen. Apakah itu dari pihak eksekutor maupun pihak yang terdampak dari eksekusi program tersebut.
Pemprov Sumut dan Pemko Medan, sebagai pihak eksekutor program normalisasi bantaran sungai maupun rekolasi pemukiman masyarakat, diharapkan dapat memberi win-win solution yang saling menguntungkan.
Pemprov Sumut dan Pemko Medan, diharapkan lebih bijak dalam menjalankan kebijakan-kebijakan terkait masalah normalisasi bantaran sungai mau pun relokasi pemukiman masyarakat. Pemprov Sumut dan Pemko Medan, diharapkan mampu menarik benang dengan tidak merusak gundukan tepung.
Yang pasti, normalisasi bantaran sungai, memang sudah saatnya dilakukan, dalam mengatasi masalah banjir kiriman yang meluber menggenangi pemukiman penduduk di sejumlah kelurahan di sejumlah kecamatan di Kota Medan. Apalagi yang terdampak langsung, adalah masyarakat yang bermukim di radius 15 meter dari bibir sungai di sepanjang bantaran sungai.
Semoga semua pihak dapat bekerja dan menerima pelaksanaan program normalisasi bantaran sungai dan relokasi pemukiman dengan ketulusan hati. (*)
Penulis Penggerak @Rumah Gotong Royong (RGR) Sumut dan Inisiator Pena Jokowi Centre Connection