SimadaNews.com-Aksi mahasiswa di depan kantor DPRD Siantar saat pelantikan anggota DPRD Siantar periode 2019-2024, Senin 2 September 2019, merupakan tindakan menjunjung kebebasan bersuara dan berpendapat.
Hal itu disampaikan Ketua BPC GMKI Siantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga. Dia berpendapat, bahwa setiap masyarakat termasuk mahasiswa berhak menyampaikan pendapat di muka umum.
Luther menuturkan, mereka mahasiswa sudah sejak awal menyampaikan akan melaksanakan aksi damai, apabila kami di izin kan manyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD Kota Siantar. Akan tetapi, mereka dihalangi oleh pihak kepolisian.
“Yang paling disayangkan adalah pernyataan Kapolresta yang mengatakan bahwa tindakan kami adalah tindakan yang tak beradap. Menurut kami tindakan yang menghalangi masuk ke rumah rakyat (kantor DPRD) adalah tindakan yang tak beradap,” tegas Luther.
Luther juga mengungkapkan, bahwa mereka mendapat tindakan represif dari pihak kepolisian.
“Kalau mereka mau mengamankan kami, silahkan diamankan. Bukan ditendang dan dipukul kemudian di bawa ke kantor polisi,” kesa Luther.
Hal senada disampaikan Hizkia Silalhi, mantan Kabid Akspel BPC GMKI Siantar-Simalungun periode 2017-2019. Hizkia menyayangkan tindakan personel Polresta Siantar yang melakukan pengamanan dengan kekerasan hingga terjadi kekerasan yang di alami oleh beberapa mahasiswa.
“Jelas di beberapa vidio yang beredar bahwa aparat kepolisian melakukan penganiayaan kepada mahasiswa,” kesal Hizkia.
Hizkia meminta, supaya Kapolresta Siantar bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Hizkia juga mengecam pernyataan Kapolresta yang mengatakan bahwa mahasiswa yang demo tidak beradab dan mengatakan akan melakukan tes urine.
“Kalau mau tes urine, tes urine juga personel polisi yang melakukan tindakan represif itu,” tegas Hizkia.(snc)
Editor: Hermanto Sipayung

Discussion about this post