SimadaNews.com-Presiden Joko Widodo, baru menerima Daftar Isian Masalah (DIM) Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jokowi berjanji akan mempelajarinya lebih dulu sebelum menyampaikan keputusan pemerintah.
“Kita baru lihat DIM-nya dulu. Nanti kalau Surpres (Surat Presiden) kita kirim (ke DPR, red), besok saya sampaikan,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai menghadiri Pembukaan The 37th Conference ASEAN Federation of Engineering Organizations (CAFEO37), di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu 11 September 2019.
Intinya, tegas Presiden, jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu sehingga independensi KPK jadi terganggu. Karena itu, Presiden berjanji akan mempelajari DIM Revisi UU KPK itu satu per satu.
“Nanti baru disampaikan kenapa ini ‘ya’ kenapa ini ‘tidak’, karena tentu ada yang setuju dan ada yang tidak setuju,” terang Presiden.
Mengenai apakah dirinya minta pendapat pihak lain dalam membahas draf Revisi UU KPK, Presiden Jokowi mengatakan, sudah mulai hari Senin lalu secara maraton meminta pendapat dari para pakar dan kementerian.
Karena itu, begitu DIM nanti dilihat, menurut Presiden, dirinya sudah punya gambaran. Saat ditanya apakah pembahasan Revisi UU KPK itu bisa diselesaikan oleh DPR RI yang akan berakhir masa tugasnya 30 September ini, Presiden Jokowi menyerahkannya kepada DPR.
“Itu urusan DPR,” pungkas Presiden Jokowi.
Jangan Buru-buru karena Tidak Ada Hal Genting
Sekretaris Jendral Gerakan Daulat Desa (GDD), Sabar Mangadoe, beranggapan, pembahasan RUU KPK inisiatif DPR ini jangan dilakukan dalam waktu dekat.
Sabar menilai anggota DPR RI periode 2014-2019 sudah tak punya cukup waktu untuk membahas revisi ini secara cermat. Selain itu, dalam RUU usulan DPR RI, prosedurnya ada yang dilanggar karena harus masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Sabar Mangadoe menyarankan, Presiden Jokowi tak perlu menerbitkan Supres sampai pelantikan Presiden dan Anggota DPR-RI yang baru nanti.
“Presiden khan diberi waktu 60 hari untuk menjawab Surat DPR-RI tentang Draf Revisi Undang-undang KPK Inisiatif DPR ini. Jadi Ngapain terburu-buru seolah-olah sedang terjadi kondisi negara genting yang memaksa?,” pungkas Sabar.
Sabar mengungkapkan, revisi undang-undang KPK memang diperlukan, khususnya dalam peningkatan kinerja KPK. Sebab, selama 16 tahun KPK berdiri, kinerjanya belum maksimal dalam upaya pemberantasan korupsi. Terbukti dari Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia tahun 2018 hanya mencapai 37. Sedangkan IPK Malaysia sudah mencapai 47.
“Selama ini yang dipertontonkan hanya OTT-OTT KPK yang jumlah kerugiannya tidaklah begitu besar, meski memuaskan banyak rakyat. Sementara itu para koruptor kelas kakap dan mafia ekonomi belumlah berkurang secara berarti ” sebut Sabar.
Dia menambahkan, poin penting yang direvisi, misalnya soal SP3, soal kedudukan penyidik, dan Dewan Pengawas.
“Yang terpenting rencana revisi undang-undang KPK, jangan malah melemahkan, tapi harus benar-benar menguatkan KPK dan bebas dari berbagai intevensi politik,” pungkas Sabar. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung

Discussion about this post