SimadaNews.com-Proses demokrasi di Indonesia, hendaknya jangan meniru perjalanan Demokrasi di Amerika Serikat. Sebab, perjalanan demokrasi di Amerika sangat panjang penuh liku dan bahkan banyak diselingi konflik berdarah.
Inisiator Gerakan Daulat Desa (GDD) dan Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP) Sabar Mangadoe, menuturkan, demokrasi di Amerika barulah pada Tahun 1990-an mulai beradab. Minimal katakanlah sejak perempuan diperbolehkan memilih dan dipilih pada tahun 1920.
Amerika membutuhkan waktu yang sangat panjang mencapai 144 Tahun kemudian sejak negara Amerika berdiri pada tahun 1776, atau Independen Day. Bahkan perjalanan demokrasi Amerika diselingi terjadinya banyak konfik berdarah dan terjadinya perang saudara perang besar yang amat mengerikan. Yaitu perang saudara pada tahun 1861 -1865 yang lalu
”Kalau Buya Syafii Maarif, punya istilah Demokrasi TUNA-ADAB, alias demokrasi tidak beradab. Semoga Indonesia tidak harus seperti bangsa Amerika berdemokrasinya,” kata Sabar.
Sabar menilai, menjelang semakin dekatnya pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, politisasi Agama, hoax dan fitnah serta intimidasi tampaknya makin membesar. Karena banyak para elit politik, sepertinya memanfaatkan dan menghalankan berbagai cara hanya untuk merebut kekuasaan.
Selain itu, selama ini terlihat, tercium ataupun terdengar semakin banyak dan besar ada indikasi kecurangan-kecurangan. Terutama konspirasi jahat antara para Kandidat atau Calon dengan penyelenggara pemilu itu sendiri.
Pria yang juga inisiator program Rumah Gotong Royong (@RGR) ini, menilai, saat ini para elit atau pembuat skenario sengaja membenturkan masyarakat kita dengan berbagai isu dan skenario jahat.
Dan tampak, skenario jahat yang dijalankan benar-benar merusak sistem dan kultur demokrasi. Presiden Jokowi mengatakannya sebagai demokrasi kebablasan.
Untuk itu, Sabar berharap pada Pemilu 2019, hendaknya masyarakat benar-benar mau dan berkemampuan untuk menciptakan demokrasi yang benar-benar beradab. Apalagi para elit politik kita saat ini. Justru ini tugasnya sebagai politisi bermoral dan berintegritas tinggi. Bukan malah sebaliknya. Jadi sumber masalah.
”Minimal, masyarakat jangan mau terus-terusan terjebak serta terperangkap dengan narasi jahat yaitu Cebong-Kampret. Ini amat berbahaya karena bikin masyarakat kita terpecah-belah karena emosi tinggi. Pikiran jernih dan sikap saling empati dan menghargai menjadi menjadi dirusak. Sungguh berbahaya sekali. Bangsa ini bisa pecah. Konflik berdarah bahkan perang saudara seperti ratusan rahun yang dialami oleh bangsa Amerika dalam berdemokrasi dulu,” pintanya dengan serius.
Sabar menyebutkan, pada Pemilu 2019, GDD dan GKP menjalankan program RUMAH GOTONG ROYONG atau @RGR dengan elan perjuangannya adalah mengajak masyarakat jangan golput. Lalu melawan politik uang, anti hoax dan ujaran kebencian serta memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Dia menambahkan, ada tiga prinsip yang menjadi pedoman melaksanakan program @RGR yakni, demokrasi haruslah menggembirakan rakyat, rakyat adalah gudang gagasan dan demokrasi haruslah berakar kokoh pada tata nilai suku budaya serta kearifan lokal masing-masing daerah. (*/snc)