SimadaNews.com-Pada pelaksanaan Pilkada Serenta 2018 lalu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) bersama Lembaga Pendidikan dan Pemantau Pemilihan Umum (PanTau Pemilu), melakukan pengawasan partisipatif.
Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat didampingi Sekretaris Alan Christian Singkali, mengatakan PanTau Pemilu merupakan lembaga yang dibentuk GMKI dan sudah didaftarkan di KPU dan BAWASLU-RI.
Dalam pelaksanaan Pilkada kemarin, melakukan pengawasan di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Dari laporan yang disampaikan Koordinator PanTau Pemilu, Yanuserius Zega dan Divisi Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga, Sumartono, ditemukannya masyarakat tidak mendapat undangan maupun yang tidak terdaftar DPT. Padahal masyarakat yang bersangkutan sudah lama berdomisili di daerah tersebut, sehingga banyak tidak dapat menggunakan hak pilih.
Ditemukan adanya indikasi penggunaan politik uang, baik berupa kupon, bahkan uang tunai. Pemberian uang tunai kepada pemilih dengan menggunakan tim pemenangan ataupun relawan di Pilkada Sumut, Lahat (Sumatera Selatan) dan Pilkada Lampung.
Berdasarkan penelusuran pemantau, untuk Pilkada Lahat dan Lampung, politik uang yang dilakukan sudah memenuhi unsur TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif).
Masih ditemukan politik SARA dengan muatan ujaran/kampanye kebencian terhadap kelompok SARA tertentu. Kampanye kebencian berdasarkan SARA ini menggunakan beberapa media, antara lain brosur, spanduk, baliho, ataupun pesan berantai di media sosial. Kampanye kebencian berdasarkan SARA ditemukan di Sumut, Kalimantan Barat, dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Pada Pilkada 2018 ini, ditemukan penyalahgunaan wewenang ataupun ketidaknetralan dari penyelenggara Pemilu maupun aparat sipil dan negara. Di Sumut ditemukan adanya Kepala Lingkungan, Kepala Desa, dan Camat yang melakukan politik uang untuk mendukung salah satu calon kepala daerah.