SimadaNews.com-Sebanyak 4.682 ekor ternak babi ditemukan mati karena terinveksi Visur Hog Cholera, dari jumlh 1,2 juta pupulasai ternak babi di seluruh Sumut.
Jumlah itu sesuai dengan pendataan yang dilakukan Tim Unit Reaksi Cepat Pencegahan dan Penanganan Peredaran Virus Hog Cholera Babi.
Meskipun demikian, kesimpulan yang dapat diambil tim unit rekasi cepat, adalah virus hog cholera hanya menyerang babi dan belum ditemukan menginfeksi manusia.
“Tim sudah bekerja, penyakit ini hanya menyerang ternak babi, ternak yang terinfeksi virus hog cholera pun tidak bisa diobati. Kita hanya bisa melakukan upaya pencegahan virus dengan melakukan sanitasi terhadap kandang, dan pemberian vitamin, serta vaksin kepada ternak yang sehat,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut M Azhar Harahap, saat melakukan jumpa pers di Kantor BPBD Sumut, Jalan Medan-Binjai, KM 10, 3 Nomor 8, Minggu 10 Noveber 2019.
Azhar menjelaskan, bahwa virus pertama kali ditemukan 25 September 2019, lewat surat yang disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Dairi.
“Kami pun langsung menyikapi serius laporan tersebut dengan melakukan pengambilan sampel darah babi, di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Deliserdang, dan hasil dari laboratorium menyatakan itu positif Hog Cholera,” paparnya.
Dia menerangkan, ada 11 kabupaten yang ditemukan ternak babi mati karena hog cholera, yakni di Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Medan,Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Samosir.
Azhar mengimbau, untuk penanganan bangkai babi yang terinfeksi virus hog cholera, jangan menunda untuk menguburkan.
“Untuk ternak yang telah mati, harus segera dilakukan pemusnahan ternak babi yang telah mati, lakukan penguburan dan pemusnahan dengan dibakar, jangan dibuang ke sungai atau pun di buang ke hutan,” tambahnya.
Tidak Menular ke Manusia
Kepala Dinas Kesehatan Sumut Alwi Mujahid juga menegaskan bahwa virus hog cholera hanya menular dari babi ke babi, tidak ada kasus virus tersebut menular pada ternak lain atau pun manusia.
“Sampai saat ini virus tersebut hanya dari babi ke babi, belum ada laporan bisa meninfeksi ternak lain, namun dengan adanya pembuangan bangkai babi ke sungai maka akan terjadi pencemaran air, yang bisa menimbulkan penyakit diare, namun saat ini juga belum ditemukan kasus karena pencemaran air tersebut,” tambahnya.
Dia mengharapkan, agar bangkai yang telah dibuang ke sungai atau pun hutan agar segera dievakuasi.
“Kami pun berharap agar bangkai babi ini segera dievakuasi dari sungai sehingga air aliran sungai tidak tercemari lagi, dan kemudian mengubur bangkai tersebut, sehingga wabahnya tidak menimbulkan penyakit lain,” tambahnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumut Binsar Situmorang menjelaskan, dampak lingkungan hidup dari pembuangan bangkai babi ke sungai.
“Pada tanggal 6 November silam, kami telah mengambil sampel air dari Sungai Badera dan Sungai Deli, dimana hasil dari sampelnya itu akan kami umumkan secepatnya ,” ucap Binsar.
Terpisah Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengimbau para Bupati/Walikota untuk cepat tanggap mengantisipasi penyebaran virus hog cholera babi tersebut.
Para Bupati/Walikota diminta segera melapor ke Posko Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, jika menemukan ada kasus virus hog cholera babi di daerahnya masing-masing.
“Para bupati/walikota kami mengimbau untuk cepat tanggap menyikapi kasus ini, dan segera melaporkannya jika ditemukan kasus virus hog cholera babi di daerahnya masing-masing,” tegas Gubernur.
Kepada warga juga diimbau untuk tidak membuang ternak babi yang mati ke aliran sungai, karena itu melanggar Undang-undang Nomor. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Dilarang membuang ternak babi yang mati ke sungai atau ke hutan dan segera menguburnya. PPNS kita akan bekerja sama dengan kepolisian siap menindak siapa saja yang melanggarnya,” ujar Edy Rahmayadi.(snc)
Laporan: Nelly Simamora
Editor: Hermanto Sipayung