SimadaNews.com-“Untukmu yang duduk sambil diskusi. Untukmu yang biasa bersafari. Di sana, di gedung DPR. Wakil rakyat kumpulan orang hebat. Bukan kumpulan teman teman dekat. Apalagi sanak famili”
“Di hati dan lidahmu kami berharap Suara kami tolong dengar lalu sampaikan. Jangan ragu jangan takut karang menghadang. Bicaralah yang lantang jangan hanya diam,”
“Di kantong safarimu kami titipkan masa depan kami dan negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Saudara dipilih bukan dilotre. Meski kami tak kenal siapa saudara. Kami tak sudi memilih para juara. Juara diam, juara he’eh, juara ha ha ha……”
“Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan tidur waktu sidang soal rakya. Wakil rakyat bukan paduan suara. Hanya tahu nyanyian lagu “setuju……”
Nyanyian lagu berjudul Surat Buat Wakil Rakyat, karya musisi Indonesia Iwan Fals menggema di Jalan H Adam Malik hingga Jalan Merdeka Kota Siantar. Suara nyanyian itu, disampaikan puluhan mahasiswa yang berasal dari PMKRI, GMKI, GMNI, SAPMA PP, SALING, Barsdem yang tergabung dalam Kelompok Cipayung Plus Siantar-Simalungun.
Mereka berunjukrasa di Kantor DPRD Siantar, Senin (26/2) pagi menjelang siang. Mereka sepakat untuk menolak revisi Undang-Undang MD3 dan RKUP yang sudah disahkan DPR-RI beberapa waktu lalu.
Dalam orasinya yang disampaikan mahasiswa secara bergantian, mereka menyebutkan DPR tidak lagi menjadi wakil rakyat. Tetapi para anggota DPRD umumnya telah menjadi ‘kacung parpol’ yang hanya memikirkan kepentingan parpol dan pemenuhan kepentingan pribadi semata.
Hal ini dapat dilihat melalui begitu bobroknya kualitas kinerja yang dilakukan DPR untuk rakyat. Mereka kerap kena penyakit KKN dan miskin intelektualitas.
Salah satu bukti bobrok dan miskinnya intelektualitas DPR dapat dilihat melalui hasil legislasi yang merupakan salah satu fungsi pokok DPR.
“ UU MPR, DPR, DPD dan DPRD atau disingkat UU MD3 dan RKUHP bisa kita jadikan sebagi buktinya,” teriak salah seorang orator.
Dia menegaskan, undang-undang ini seakan ingin menunjukkan hegemoni kekuasaan dari para mereka yang katanya wakil rakyat. Kekuasaan yang mereka miliki kini disalahgunakan untuk mengamankan singgasana, dan perlahan demi perlahan demokrasi hilang ditelan legislator.
Ada beberapa pasal yang berusaha membungkam kebebasan demokrasi diantaranya, pasal 73 tentang pemanggilan paksa ditambah dengan adanya frase “wajib”, yang bisa diartikan pasal ini akan memanggil siapa saja yang dianggap mengganggu “tidur siangnya” para wakil rakyat.
Tidak hanya berhenti di situ, pasal yang paling kontroversial yaitu pasal 122 huruf k, pasal inii akan menindak siapa saja yang dianggap “merendahkan” kehormatan DPR. Pasal ini juga yang akan membungkam kebebasan beraspirasi dan bersuara. Atas itu, tampaknya DPR akan menjelma menjadi badan yang antikritik
Begitu juga dengan pasal 245, dimana setiap anggota DPR yang terlibat kasus, apabila ingin diperiksa harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan persetujuan dari presiden.
Puas berorasi, merekapun membacakan pernyataan sikap yang disampaikan Koordinator Aksi Alboin Samosir. Pernyataan sikap itu meminta supaya. Mengentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan bersuara.
Mereka juga mendesak Presiden mencabut pasal-pasal revisi UU MD3 dengan membuat PERPU, menolak DPR goblok. DPR bukan lagi wakil rakyat, tapi telah menjadi Dewan Pembungkam Rakyat.
Mereka menegaskan, Revisi UU MD3 100 persen menentang asas demokrasi Indonesia, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menolak Revisi UU MD3.
Di kantor DPRD Siantar, kehadiran mahasiswa diterima anggoa DPRD Siantar Denny Siahaan, Hotman Kamaludin Manik . Keduanya pun diajak menandatangani petisi tolak UU MD3 dan RKUHP. (mas/snc)