SimadaNews.com-Yang luar biasa dan merupakan fakta yang tidak terbantahkan, bahwa perkembangan para golongan putih (golput) semakin bertambah tanpa dikampanyekan para pelaku dan tokoh-tokohnya.
Golput berkembang secara alamiah sesuai dengan tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap situasi politik.
Kondisi ini dipengaruhi oleh sistem politik yang belum menempatkan posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam arti yang sebenar-benarnya.
Sistem politik lebih mengutamakan kepentingan elit politik. Semua peraturan perundang-undangan yang menyangkut kehidupan politik, selalu menempatkan kata-kata manis tentang hak-hal politik rakyat sesuai dengan hak asasinya sebagai warga negara.
Kenyataannya, praktek politik di lapangan menunjukkan bahwa posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan masih jauh panggang dari api. Ketentuan mengenai pemilu yang bersifat langsung, bebas, jujur dan adil, hanya tinggal slogan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akibatnya, terjadi kesenjangan komunikasi politik antara partai politk dan rakyat pemilih. Faktor ini juga menghambat minat rakyat dalam bidang partisipasi politik khususnya saat pemilu (legislatif, pilpres). Bahkan akhir-akhir ini juga merembet pada turunnya tingkat partisipasi rakyat dalam pilkada
Kemudian, budaya politik yang mencerminkan rakyat pemilih sebagai pelengkap demokrasi. Sudah jamak dikenal publik bahwa pekerjaan parpol yang agak pro aktif mendekati rakyat itu hanya lima tahun sekali. Hanya menjelang masa pemilu saja elit parpol rajin menyapa rakyat. Mereka mempengaruhi rakyat dengan janji-janji dalam kampanye pemilu.
Pasca pemilu, elit parpol hanya sibuk di kisaran kekuasaan dan makin melupakan aspirasi rakyat. Janji-janji politik pada saat pemilu seolah-seolah sebagai suatu orasi yang sudah dilupakan. Memang betul jika elit politik lupa atau sengaja melupakan diri tentang janji-janji politik parpol kepada rakyat pemilih saat masa kampnye pemilu. Tapi, mayoritas rakyat bukan “golongan pelupa” yang tidak boleh diremehkan oleh parpol.
Selanjutnya, perilaku elit parpol di lembaga legislatif. Lewat media massa, rakyat dapat sajian yang sesungguhnya tentang perilaku wakil rakyat. Media massa sangat diyakini oleh rakyat dalam memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang perilaku anggota legislatif yang mengatasnamakan rakyat.
Maraknya unjukrasa di gedung DPR RI dan DPRD selama ini jika dihitung secara statistik politik telah menunjukkan tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap lembaga legislatif, pemerintah termasuk pemerintah daerah. Sasaran ketidakpuasan itu tentu saja muaranya kepada parpol yang kadernya duduk di pemeritahan dan lembaga legsilatif.
Semua kondisi politik tersebut harus diakui sebagai faktor yang memicu tumbuhnya sikap golput dan akan terus berkembangnya kekuatan politik dari golongan tidak memilih ini. Selama pelaksanaan pilkada tahun 2008 nampak sekali bahwa tingginya angka golput makin meningkat. Bahkan angka golput sering lebih tinggi dari angka perolehan suara pasangan calon kepala daerah yang secara resmi dinyatakan menang pilkada.
Tentunya, lebih tepat kalau disebut golput makin eksis sebagai “pemenang” pilkada. Tidak mustahil golput juga akan “menang” dalam Pilgubsu 2018 dan Pemilu/Pilpres 2019 nanti.
Namun KH Solahudin Wahid atau yang biasa disebut Gus Solah, mengingatkan bahwa tidak memilih partai memang tidak masalah. Namun Gus Solah meminta agar masyarakat memilih orang (caleg).
“Apalagi orang tersebut baik. Tidak perlu memilih partai. Kita memilih calon dan saya telah berkampanye di beberapa kabupaten, kita cari anggota DPR di tingkat kabupaten yang baik,” ujar mantan calon wakil presiden di Pilpres 2004 lalu.
“Boleh saja tidak percaya partai-partai, tapi percayalah masih ada anak bangsa yang mempunyai kemampuan integritas, kejujuran, kita akan pilih mereka,” jelas Gus Solah.
Gus Solah mengimbau, “Pilihlah calon yang baik dari partai mana pun juga. Yang penting orangnya punya kemampuan, punya kejujuran dan tidak mementingkan diri sendiri.”
Pernyataan Gus Solah tersebut, masih relevan dijadikan bahan renungan untuk membangkitkan rasa optimis terhadap sosok politisi dan birokrat yang jujur dan tidak mementingkan diri sendiri. (not/mas/snc)