SimadaNews.com-Meskipun angka subsidi energi mengalami peningkatan akibat kenaikan harga minyak dunia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memperkirakan penerimaan negara dari sektor migas akan mengalami peningkatan.
Bahkan Jonan memperkirakan neraca keuangan negara sektor ESDM akan mengalami surplus sebesar Rp91,4 triliun. Proyeksi surplus tersebut ini didapat dari selisih penerimaan sektor ESDM dibandingkan subsidi energi yang kini juga melonjak jauh lebih besar dibandingkan yang terdapat dalam APBN 2018.
“Sebenarnya di APBN, surplus penerimaan migas dan minerba dibanding subsidi energi total estimasinya sebesar Rp62,1 triliun. Sekarang, outlook surplusnya naik sekitar 50 persen, jadi sekitar Rp91,4 triliun,” kata Jonan saat jumpa pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta.
Menteri ESDM itu merinci berdasarkan proyeksi saat ini, penerimaan sektor migas dan minerba hingga akhir tahun nanti diperkirakan sebesar Rp240,3 triliun atau lebih besar dari target APBN 2018 yang dipatok sebesar Rp156,7 triliun.
Sementara itu, total subsidi energi pada 2018 diproyeksikan sebesar Rp148,9 triliun, atau mengalami kenaikan dari penetapan APBN 2018 yang sebesar Rp94,6 triliun.
“Memang yang diputuskan APBN itu Rp94,6 triliun, ternyata outlook-nya Rp149 triliun. Jadi, naik kira-kira hampir 60 persen,” jelas Jonan.
Kenaikan subsidi energi ini, menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, tidak terlepas dari meningkatnya harga minyak dunia, sekaligus menghindari kenaikan harga BBM sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
“Harga minyak dunia naik, subsidinya harus disesuaikan kalau enggak harga eceran BBM akan naik,” ungkap Jonan.
Neraca Perdagangan Minus
Terkait data yang menunjukkan neraca perdagangan migas yang mengalami defisit, Menteri ESDM tak menampik kondisi tersebut. “Neraca perdagangan pasti minus karena harga impor minyaknya tinggi dan ekspornya juga tinggi. Tapi secara nilai pasti kalah. Indonesia Crude Price (ICP) kita sesuai asumsi APBN di awal 2018 sebesar 48 dollar AS per barel. Sekarang sudah sekitar ICP 70 dollar AS/barel,” tegas Jonan.
Meski neraca perdangangan migas defisit, namun Jonan memastikan, neraca keuangan negara sektor ESDM utamanya migas, justru meningkat surplusnya. Hal ini terjadi karena penerimaan sektor ESDM meningkat jauh lebih besar dibanding subsidi energi.
Senada dengan Jonan, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan faktor dibalik kondisi neraca perdagangan migas, terlebih penurunan ekspor migas.
“Ekspor turun iya, karena ada blok yang tadinya milik asing sekarang punya Pertamina. Kedua, penurunan produksi 30 ribu barrel per day. Harusnya impor turun, tapi naiknya impor tersebut karena karena ada kegiatan ekonomi yang naik,” urai Arcandra.
Secara umum, Jonan mengatakan kenaikan proyeksi penerimaan ini diakibatkan oleh meningkatnya harga komoditas. “Mayoritas kebanyakan akibat peningkatan harga komiditi, terutama minyak. Minerba juga naik banyak,” pungkas Jonan. (rel/snc)