SimadaNews.com-Kementerian Pertanian terus mendorong budidaya organik hortikultura. Pertanian organik mampu menjaga kelestarian alam dan menghasilkan komoditas yang sehat. Selain itu budaya ramah lingkungan mampu mendatangkan penghasilan yang menjanjikan.
“Saya sangat mengapresiasi para kelompok petani, atas kesungguhannya dalam menerapkan budidaya organik hortikultura. Saya berharap Dinas Pertanian terus mengawal dan mengajak lebih banyak petani untuk menerapkan budidaya ramah lingkungan” kata Direktur Perlindungan Kementan, Sri Wijayanti Yusuf, saat berkunjung ke lokasi pertanian milik Kelompok Tani Sehati di Nagari Batu Payuang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota Sumatera Barat.
Sri menekankan, pertanian organik tidak lain bertujuan untuk menghasilkan produk yang sehat, menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Sedangkan Ketua Kelompok Tani Sehati, Dewi, mengatakan, Kelompok Tani Sehati telah sukses menggeluti usaha tani organik sejak Tahun 2010. Bahkan tercatat sebagai salah satu penggerak para petani organik di Kabupaten Lima puluh Kota.
Keahlian anggota Koptan, tidak lepas dari dukungan penuh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Barat dan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) Bukit Tinggi, dalam penerapan tehnologi budidaya organik.
Dia menyampaikan, KT Sehati beranggotakan 20 orang ini menikmati hasil usaha organiknya. Sebagai usaha sampingan, saat ini mereka kewalahan memenuhi permintaan pupuk organik yang mereka pasarkan ke kabupaten sekitar bahkan sampai ke Propinsi Riau.
“Dengan mengelola 70 ekor sapi, kelompok tani kami mampu memproduksi pupuk organik 50 ton per bulan, bahan dasarnya diperoleh dari kotoran sapi. Tiap hari kotoran sapi mencapai 1,5 ton perhari,” ucap Dewi.
Dia menuturkan, dari sapi-sapi tersebut mereka dapat mengumpulkan 350 liter urine sapi yang mereka gunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Di samping itu seluruh anggota kelompok tani ini telah memiliki sarana pengolahan biogas sederhana untuk mengubah kotoran sapi menjadi biogas di dapur mereka.
Sampai saat ini, kelompok tani memiliki lahan 1.000 m2, pertanaman cabainya mampu mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Mereka menanam cabai varietas Kopay, yang harganya mencapai Rp 50.000 per kg.
“Kami membuat benih sendiri dari seleksi tanaman yang baik. Nilai penjualan cabai dari lahan seluas 1.000 m2 mendapatkan Rp83 juta, selama 10 bulan masa panen,” lanjut Dewi.
Untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, mereka juga menanam bawang merah diantara tanaman cabainya secara tumpangsari. Dengan modal benih sebanyak 15 kg, mereka dapat menghasilkan keuntungan bawang merah Rp 14,5 juta dalam dua bulan.
Dewi mengungkapkan, selain bertanam bawang merah dan cabai, Kelompok tani ini juga menanam sayuran lainnya yang sudah mereka jalani selama 8 tahun. Semua benih mereka buat sendiri dari seleksi tanaman yang terbaik.
Dia menambahkan, pupuk organik yang mereka butuhkan diproduksi sendiri dari ternak sapi yang mereka miliki. Demikian juga dengan kebutuhan pestisida nabati, mereka memproduksinya secara mandiri dengan meramu MOL (mikroOrganisme Lokal) dan tanaman perdu dan semak yang cukup tersedia di lahan pekarangan dan kebun mereka.
Kepala BPTPH Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat, Suardi, menyampaikan kesiapannya dalam mendukung dan mengawal Kelompok Tani Sehati sampai proses sertifikasi organik yang akan dilakukan pada awal 2019. (rel/snc)