SimadaNews.com-Drs Johalim Purba, kini menjabat sebagai Ketua DPRD Simalungun. Meraih kedudukan orang nomor satu di lembaga legistlatif, merupakan salah satu anugerah dari proses perjalan hidupnya yang sangat panjang.
Johalim Purba yang akrab dipanggil Jepe itu, lahir 4 Maret 1957 dari keluarga petani di perkampungan kecil di Simalungun. Kampung itu namanya Huta Banuh Saribu Siarbat, Nagori Damakkitang Kecamatan Silou Kahean.
Jepe lahir dalam kondisi genting kala itu di Huta Banuh Saribu. Disebut Genting, karena pada masa itu para penduduk yang tinggal di Banuh Saribu, sedang dilanda ketakutan karena aksi penjarahan gerombolan penjahat yang muncul pasca terjadinya revolusi.
Karena tidak amannya di Huta Banuh Saribu, warga berencana bersama-sama meninggalkan Huta Banuh Saribu, mencari huta yang lebih nyaman.
Dan di saat rencana akan pindah mencari daerah yang lebih aman, lahirlah Jepe kecil tanpa bantuan persalinan paramedis seperti zaman sekarang.
Tumbuh dan besar dari keluarga petani yang miskin kala itu. Jepe tumbuh menjadi remaja yang mandiri. Di sela-sela menuntut ilmu di tingkat SD dan SMP, Jepe selain membantu orangtua berladang, juga kerap bekerja “marombou” di lading warga lainnya.
Hal itu juga dilakukan Jepe, ketika menuntut ilmu tingkat SMA di Pematangraya. Jauh dari Banuh Saribu Silou Kahean, di Pematangraya Jepe juga malakoni pekerjaan “marombou” di perladangan warga supaya bisa menyambung sekolah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setamat SMA, Jepe melanjutkan pendidikan di IKIP Medan. Tentunya, bukan persoalan mudah bagi Jepe untuk meneruskan kuliah di Kota Medan. Apalagi, kiriman biaya kuliah tidak ada dari orangtua yang tinggal di Kampung.
Jepe pun, mengerjakan pekerjaan apa saja untuk bisa meneruskan pendidikan kuliahnya.
“Masamma horja ihorjaon, manarik bessape nabaen ma asal dong biasa kuliah” “Banyak pekerjaan dikerjaan, menjad penarik becakpun kulakukan, supaya bisa bayar uang kuliah” kisah Jepe suatu waktu kepada SimadaNews.
Jadi Guru di Kampung Sendiri
Saat menceritakan kisahnya kepada SimadaNews, Jepe menuturkan setelah lulus dari IKIP Medan, dia terpaksa pulang kampung ke Silou Kahean dan sempat menjadi guru di SMA Swasta Nagori Dolok Silou Kahean.
“Mulak han Medan, malamar ma ahu jadi guru I SMA Swasta Silou Kahean. Huatahon tikki ai bani kepala sekolahni. Age lang igaji as alma boi lobei mangajar,” “Pulang dari Medan, aku melamar menemui kepala sekolah SMA Swasta Negeri Dolok supaya diterima jadi guru,” sebut Jepe.
Beberapa tahun menjadi guru di SMA Swasta Negeri Dolok, Jepe bersama sejumlah tokoh masyarakat juga menginiasai pendirian Yayasan Ampera di Silou Dunia.
Alasan pendirian yayasan itu, sebab anak-anak yang berada di Silou Dunia terlalu jauh sekolah ke Nagori Dolok untuk tingkat SMP dan SMA. Di sekolah yayasan itu, Jepe juga memberikan mata pelajaran kepada anak didik pada masa itu.