SimadaNews.com-Masyarakat Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, berupaya mempertahankan dan melestarikan budaya Batak Toba dalam hal menyembah sang pencipta.
Masa dulu, bentuk penyembahan dilakukan melalui ritual adat Batak yang sangat beragam. Salah satu yang masih tetap dijalankan mereka adalah ritual meminta kesuburan dan keberkahan hasil bumi sekaligus tolak bala yang biasa disebut Manganjab.
Tradisi Manganjab inilah yang dilakukan masyarakat yang mengatasnamakan diri Lembaga Adat Masyarakat Turunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lam Toras), Sabtu (18/5).
Oppung Moris Ambarita, Wakil Ketua Lam Toras mengatakan, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban manusia yang semakin modren bukan menjadi alasan melupakan sejarah dari nenek moyang.
Pria berusia 63 tahun ini, berharap ritual tahunan ini dapat membangkitkan semangat generasi muda cinta akan sejarah perjalanan suku Batak, baik secara umum maupun konteks sisilah marga.
Ritual Manganjab, Meminta Kesuburan, Keberkahan dan Tolak Bala
Ritual manganjab, mungkin sudah sangat asing bagi generasi yang berusia 45 tahun ke bawah. Masa nenek moyang dulu ini dilakukan yaitu ritual memanjatkan doa kepada sang pencipta agar seluruh tanaman, peliharaan dan manusia dilindungi Tuhan dari kegagalan. Ritual ini sekaligus memohonkan panjang umur dan kesehatan.
Oppung Moris Ambarita mengaku, pelaksanaan ritual Manganjab masih terus dilaksanaka di desanya.
“Tujuan dilaksanakan kegiatan ini, supaya ada kesuburan tanaman, juga bersahabat dengan alam. Artinya penyakit tanaman-tanaman kita tidak ada dan sehat-sehat serta hasilnya melimpah” katanya usai melaksanakan ritual.
Dia melanjutkan, alasan Pomparan Ompu Mamontang Laut yang tinggal di Sihaporas (Lamtoras) tetap menjalankan tradisi ini agar ritual Manganjab tidak dilupakan oleh generasi muda dan terus dilaksanakan.
“Generasi penerus juga harus saling memberitahu, misalnya ada di perantauan jangan lupa ini karena ini salah satu pesan dari Oppung Mulajadi Nabolon (Pencipta alam semesta) kepada Oppung Mamontang Laut sebelum dia merantau ke Sihaporas” jelasnya.
BODT Lirik sebagai Wisata Budaya
Masyarakat bersyukur masih ada harapan untuk mempertahankan budaya lama ini dengan adanya perhatian dari Badan Otorita Danau Toba (BODT).
Rencananya, ritual akan dibangkitkan kembali sebagai bagian menjual nilai wisata di Kawasan Danau Toba. Untuk langkah awal, kata Oppung Moris Ambarita, ritual kali ini mendapat bantuan.
“Jadi mereka juga berkeinginan Daerah Sihaporas nanti akan dimasukkan sebagai daerah Wisata Adat Istiadat atau budaya di Sihaporas” terangnya, sembari berharap perhatian untuk budaya ini tidak hanya dari BODT, Pemkab Simalungun sejatinya lebih peduli karena Sihaporas berada di wilayah Simalungun.
Dia mengaku, sejumlah daerah seperti Toba Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara bahkan di sejumlah provinsi ada perlindungan bagi masyarakat adat. Sayangnya, sangat berbeda dengan di Simalungun.
“Kami juga ingin diakui di Simalungun sebagai masyarakat adat dan juga agar dilindungi masyarakat adat ini” katanya.
Ritual Manganjab merupakan media komunikasi antara leluhur dengan generasi yang hidup saat ini. Ritual ini sendiri terbilang unik.
Dua orang generasi tertua diyakini menjadi perantara leluhur untuk masuk melalui ruh kepada dua orang wanita tua sebagai perantaranya.
Mereka diyakini sebagai Raja Uti dan Raja Mamontang Laut. Keduanyapun berbicara kepada warga dan meminta agar seluruh warga Sihaporas tetap bersatu, saling menolong, hidup dalam hati yang bersih, rukun dan damai.
Sebelum keduanya kemasukan roh nenek moyang, prosesnya cukup panjang. Mulai dari persiapan makanan yang terbaik, seperti ayam pilihan warna merah, kambing putih yang tidak bisa sembarangan atau jenisnya tertentu, jeruk purut, daun sirih dan bahan ritual lainnya. Semua sajian ritual disusun pada satu altar yang terbuat dari pepohonan yang mengeluarkan tangkai terbaik dan segar.
Persembahan Makanan Pilihan
Kambing putih, ayam merah dan ayam putih yang memiliki artinya juga. Putih artinya bersih, merah artinya agar kita berani membela yang benar dan jarum bosi artinya kita harus kuat dan tegas membela yang benar.
“Inilah altar tempat makanan atau sesajen tadi. Daun-daun ini ada arti, seperti pelindung dan ini bukan sembarang daun. Ini namanya happawa dan hapili. Harus seperti inilah pelindung nya. Daun harus sejuk agar makanan tidak basi. Seperti daun hapili artinya agar jauh rencana orang-orang jahat. Ayam merah itu menandakan keberanian, kuat dan tegas membela yang benar. Sedangkan kambing putih menandakan sikap bersih” ucapnya.
Setelah memanjatkan doa, beberapa generasi leluhur dari Ompu Raja Uti yang telah memakai baju putih dan pengikat kepala dari ulos duduk sejajar.
Pada saat doa yang dalam bahasa batak disebut ulaon hahohomion inilah ada dua orang diantara mereka diyakini tempat menjelmanya arwah leluhur mereka.
“Bisa datang melalui ada namanya hasandaran. Boru Ambarita hasandarannya Ompu Raja Uti, Boru Bakkara hasandarannya Ompu Mamontang Laut” kata Oppung Moris Ambarita.
Dua orang perantara arwah lelehur menyampaikan pesan pada keturunannya. Bilamana ada yang kurang tepat dalam melaksanakan ritual ini, kata Oppung Moris Ambarita, dua perantara tadi akan berbicara.
“Disinilah segala pesan disampaikan. Tidak bedanya raja berbicara kepada anggota keluarga penerusnya. Tidak beda seperti orang pada umumnya diskusi dengan perantara leluhur atau arwahnya sebagai raja yang harus dihormati. Saat menjelma, maka makanan dari altar dibawa ke depan kedua orang tempat jelmaan leluhur tersebut,” imbuhnya.
Dua perantara menjelmanya leluhur wajib diberi pakaian kerajaan atau kehormatan. Berupa ulos, pengikat kepala, baju, gelang, kalung, makan sirih dan lainnya. Garis keturunan tertua menyampa leluhur sebagai ompu “raja” dan berbincang-bincang. Satu persatu mereka juga diberi potongan makanan sesaji yang tadinya di altar.
Sejumlah ritual tetap dilaksanakan secara berurutan. Katanya, konon ada pesan dari leluhur yaitu Ompu Mamontang Laut yang dipesankan Ompu Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sewaktu Ompu Mamontang Laut bertapa di Pusuk Buhit. Sebelum leluhur ini masuk daerah Sihaporas sudah ada pesan yaitu harus melaksanakan ritual ritual batak ini.
Puncak ritualnya adalah Patarias Debata yang artinya memuliakan Tuhan. Tidak akan bisa kapanpun melupakan Tuhan pencipta langit dan bumi dan segala isinya.
Kedua, ritual Ragaraga Nabolak, artinya ini juga termasuk memuji Tuhan yang maha kuasa (Ompu Mulajadi Nabolon). Seperti pesan dalam Alkitab hormati orang tuamu. Inilah salah satu arti daripada Ragaraga Nabolak. Termasuk disana memuji leluhur kita” katanya.
Sebelum menjalankan ritual Mananjab, ada beberapa ketentuan tang harus mereka jalankan antara lain, tidak bisa mengkonsumsi daging babi dan anjing, selama tiga hari berdiam diri atau tidak beraktivitas ke ladang, tiga hari juga tidak bisa ke hutan, sedangkan hari ketujuh, diwajibkan ke hutan untuk berdoa agar semua tantangan selesai. (snc)
Laporan: Ramsiana Gultom
Editing: Hermanto Sipayung