SimadaNews.com – Pemerintahan daerah memiliki peran penting dalam menentukan kebijakan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyatnya.
Namun, diperlukan kehati-hatian dalam menyusun program dan mengambil keputusan, agar tak terjerumus ke dalam praktik korupsi.
Terkait hal ini Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menyoroti sedikitnya ada tujuh area yang rentan terjadinya praktik tindak pidana korupsi di Pemerintah Daerah (Pemda).
“Pertama ialah reformasi birokrasi rekruitmen dan promosi jabatan. Kedua, pengadaan barang/jasa, biasanya kolusi dengan penyedia, mark up harga, benturan kepentingan dalam pengadaan, kecurangan dan lainnya,” ungkap Firli, dalam keterangan resminya seperti yang dilansir InfoPublik, Rabu (27/01/2021).
Firli menambahkan, area ketiga ialah filantropi atau sumbangan pihak ketiga, yang memerlukan kejelasan data tentang pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan, dan penyelewengan bantuan.
Keempat adalah recofusing dan realokasi anggaran Covid-19 baik dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan APBD, dan area kelima mencakup penyelenggaraan jaring pengaman sosial seperti pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan serta pengawasan.
Tidak hanya itu, menurut Firli pemulihan ekonomi nasional juga dapat menjadi wilayah yang rentan korupsi. Misalnya saja, pemberian likuiditas bantuan yang tidak tepat sasaran. Serta terakhir, pengesahan RAPBD dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Kepala Daerah (LPJKD).
“Saya tahu ini sering terjadi karena ada tarik ulur antara legislatif dan eksekutif. Tolong ini dicatat betul, harus tegaskan bahwa uang yang digunakan dalam menyusun anggaran dan program itu adalah uang rakyat,” tegas Firli.
Sebelumnya, Ketua KPK juga menyampaikan hal yang sama saat menjadi pembicara Pelaksanaan Pra Musyawarah Nasional VI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2021 yang dilakukan secara daring, Senin (25/1/2021) lalu.
Dalam kesempatan itu Firli Bahuri turut mengajak seluruh pemangku kepentingan yang tergabung dalam APEKSI, untuk menelisik kembali area kebijakan rentan korupsi, yang justru dapat menghambat program kesejahteraan masyarakat.
Saat itu Firli juga mengingatkan kembali, KPK telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 8 Tahun 2020, tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 terkait dengan pencegahan tindak pidana korupsi, termasuk dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.
Dalam SE ini ada delapan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi menjadi penegasan dalam Surat Edaran ini, yaitu: (1) Tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa atau para pihak, (2) Tidak menerima kickback, (3) Tidak mengandung unsur penyuapan, (4) Tidak mengandung unsur gratifikasi, (5) Tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan, (6) Tidak mengandung unsur kecurangan atau mal administrasi, (7) Tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat, dan (8) Tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi. (***)