ADA proyek sumur bor yang digelontorkan Pemkab Simalungun melalui Dinas Pendidikan di sejumlah sekolah, dengan anggaran puluhan juta. Di Kecamatan Raya Kahean saja – seperti diberitakan di simadanews.com – ada 17 Sekolah Dasar (SD) Negeri yang “kedatangan” proyek sumur bor tersebut.
Jumlah sekolah yang mendapatkan proyek sumur bor itu, ada ratusan sekolah yang tersebar di 32 kecamatan.
Namun, proyek sumur bor tersebut, menimbulkan keanehan-keanehan, dan melahirkan kesan “layaknya siluman”. Bagaimana tidak!
Yang pertama, di Kecamatan Raya Kahean misalnya, 17 sekolah itu, sebenarnya sudah mendapatkan fasilitas penyediaan atau pengadaan air bersih untuk WC. Jadi, untuk apalagi dialokasikan pengadaan sumur bor.
Yang kedua, sangat tidak masuk logika, jika kepala sekolah tidak mengetahui asal-muasal masuknya proyek sumur bor ke sekolah yang dipimpinnya? Bagaimana bisa begitu ya! Ya, memang demikian adanya. Kepala sekolah bahkan, tidak tahu siapa PPK maupun kontraktor yang mengerjakannya.
Sungguh luar biasa kepala sekolah, yang notabene sebagai penguasa tertinggi, tidak mengetahui bagaimana bisa proyek dengan pagu anggaran puluhan juta rupiah, masuk dan dikerjakan di tempatnya. Sulit tokh diterima akal pikir sehat kita.
Padahal, si kepala sekolah punya “kedaulatan penuh” untuk mempertanyakannya. Jika itu tidak dilakukan si kepala sekolah, sebenarnya patut dipertanyakan kapasitas, kapabelitas dan integritasnya dalam “melindungi” wilayah kerjanya dari masuknya proyek sumur bor yang aneh tersebut.
Setidaknya, kepala sekolah harus memberikan laporan tertulis yang ditujukan kepada atasannya di tingkat kecamatan, yakni petugas yang disebut-sebut sebagai pengawas sekolah dan juga koordinator wilayah. Jangan ditelan mentah-mentah kehadiran sebuah proyek yang justru kelihatan rada aneh.
Jika itu, dibiarkan sama kepala sekolah, maka patut dipertanyakan fungsi kepala sekolah sebagai penjaga wilayah proses belajar mengajar-nya? Setidaknya, si kepala sekolah – dalam tindak pidana – sudah dapat dimasukkan dalam kategori membiarkan sesuatu terjadi tanpa melakukan upaya menanya atau mempertanyakan, mencari tahu atau memperjelas nomenklakutar pekerjaan tersebut.
Jika hal ini terjadi di ratusan sekolah yang disinggahi proyek sumur bor, betapa memprihatikan sekali mentalitas kepala sekolah yang membiarkan hal tersebut terjadi di depan mata kepala sendiri.
Kalau kepala sekolah tidak tahu asal muasal proyek dan siapa kontraktor yang mengerjakannya, apakah ketika proyek tersebut selesai dikerjakan, PPK atau pelaksana proyek (kontraktor) tidak meminta kepala sekolah untuk membubuhkan tanda-tangan, ysng menyatakan bahwa pekerjaan sudah selesai?
Anehhhh kan! Jangan-jangan kepala sekolahnya kura-kura dalam perahu, sudah tahu atau pura-pura tidak tahu. (***)