SimadaNews.com– Puluhan massa dari Serikat Petani Sejahtera Indonesia (SEPASI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Pematangsiantar, Jumat (25/7/2025).
Dalam aksi tersebut, massa yang didominasi kaum ibu-ibu menuntut kejelasan atas pengelolaan lahan eks PTPN III yang kini mereka garap namun masih menyisakan polemik hukum.
Dengan menggunakan pengeras suara, para demonstran menyuarakan kekecewaan terhadap anggota dewan yang dinilai lamban menyikapi persoalan masyarakat.
“Mana anggota DPRD? Jangan setelah kalian duduk, lupa pada rakyat yang mendudukkan kalian. Temui kami, rakyatmu!” seru salah satu orator.
Situasi sempat memanas saat massa menggoyang pintu gerbang kantor dewan. Mereka menyatakan tidak membawa senjata dan hanya menuntut kehadiran wakil rakyat.
“Kenapa kami harus dibenturkan dengan polisi? Kami tidak membawa senjata, apalagi nuklir. Panggil saja anggota dewan, selesai persoalan,” ujar Torop Sihombing, pendamping SEPASI.
Tak lama berselang, massa akhirnya ditemui oleh Wakil Ketua DPRD Siantar, Daud Simanjuntak dan Frengki Boy Saragih, didampingi Sekda Kota Pematangsiantar Junaedi Antonius Sitanggang serta sejumlah anggota dewan lainnya seperti Imanoel Lingga, M. Tigor Harahap, Cindira, Hendra P. Pardede, Ramses Manurung, dan Polma Sihombing. Setelah dialog singkat, perwakilan 10 orang dari SEPASI bersedia melakukan audiensi di ruang Komisi III.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua SEPASI, Tiomerlin Sitinjak menjelaskan bahwa lahan seluas 126,59 hektare di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, sebelumnya merupakan bagian dari HGU PTPN III yang kini sudah ditelantarkan sejak 2024. Sebagian lahan telah dikelola masyarakat sebagai lahan pertanian.
Tiomerlin juga menyebut, HGU No. 03 Tahun 2005 yang menjadi dasar klaim PTPN III cacat hukum karena merupakan perubahan dari HGU No. 02/2025 yang juga melibatkan wilayah Desa Talun Kondot, Kecamatan Panombean Pane, Kabupaten Simalungun.
“Sengketa ini sudah ditangani Kantor Staf Presiden (KSP) sejak 2024, dan bahkan Wakil Menteri Hukum dan HAM telah turun langsung dan menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Ia menambahkan, masyarakat penggarap lahan kerap mengalami intimidasi dan kekerasan oleh oknum yang diduga dibeking PTPN III.
“Kami membutuhkan kepastian hukum, bukan kekerasan,” tegas Tiomerlin.
Menanggapi hal itu, Sekda Junaedi Sitanggang menjelaskan bahwa berdasarkan Permen ATR/BPN No. 4 Tahun 2024 dan Perda RTRW Kota Siantar No. 1 Tahun 2024, tidak ada lagi areal perkebunan di wilayah Kota Pematangsiantar.
Pemerintah daerah, lanjutnya, sedang melakukan pemetaan koordinat sebagai bagian dari penetapan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), termasuk terhadap areal kebun sawit milik PTPN III di Kelurahan Gurilla.
“Pemko akan segera berkoordinasi dengan PTPN III terkait keberadaan lahan tersebut,” jelasnya.
Wakil Ketua DPRD Siantar, Daud Simanjuntak, mendesak Pemko agar segera melakukan pertemuan lanjutan yang melibatkan semua pihak.
“Jangan hanya bicara, tapi harus ada hasil konkret. Pemerintah dan kepolisian jangan hanya mendengar laporan dari PTPN III, sementara suara rakyat diabaikan,” tegas Daud.
Frengki Boy Saragih menambahkan bahwa masyarakat sudah 21 tahun mengelola lahan tersebut.
“Persoalan ini sudah terlalu lama. Harus ada langkah cepat demi ketenteraman warga,” katanya.
Pertemuan ditutup dengan kesepakatan bahwa hasil rapat akan dilaporkan kepada Wali Kota dan dijadwalkan RDP lanjutan pada bulan Agustus.
Massa SEPASI menyambut baik sikap DPRD yang dianggap pro-rakyat, dan mereka membubarkan diri dengan damai setelah menyalami para wakil rakyat.
Parkiran Kantor DPRD Siantar Dikeluhkan Berbau Amis, Ketua DPRD: Harus Dievaluasi
Di sela aksi unjuk rasa, pengunjung dan masyarakat yang hadir di kantor DPRD mengeluhkan bau amis yang tercium menyengat di area parkiran.
Kondisi ini disebut bersumber dari aktivitas pedagang malam yang berjualan di depan kantor dewan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Lingga, menyatakan bahwa persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Kalau ini dibiarkan, ada pembiaran. Nanti bisa jadi bahan evaluasi,” ujarnya, Jumat (25/7) malam.
Timbul menyatakan akan mendengarkan terlebih dahulu masukan dari Komisi I yang sebelumnya telah menyarankan penertiban terhadap para pedagang.
“Kita akan dengar dasar pemikiran Komisi I. Jika tidak dijaga ketertibannya, tentu akan kita evaluasi dan tertibkan,” tandasnya. (SNC)
Laporan: Romanis Sipayung