SimadaNews.com— Bartolomeus Sumadi Kolon, warga Pematangsiantar, resmi melaporkan Rumah Sakit MTHI ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara terkait dugaan malpraktik yang menimpa istrinya, TS (33), hingga meninggal dunia pascaoperasi.
Laporan diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dengan nomor LP/B/1320/VIII/2025/SPKT/Polda Sumut.
Bartolomeus hadir bersama kuasa hukumnya, Ganda Tua Sihombing, dan menuding pihak rumah sakit melakukan kelalaian medis yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kronologi Kejadian
Menurut Ganda Tua Sihombing, peristiwa bermula pada Sabtu, 28 Juni 2025, ketika TS mengeluh sakit perut dan dibawa ke IGD RS MTHI. Di IGD, tekanan darah TS tercatat sangat rendah (69/47 mmHg) dan HB 9.
Saat pemeriksaan, keluarga menilai tenaga medis kurang fokus karena terlihat bermain ponsel dan berfoto-foto.
TS diminta menjalani rontgen dua kali meski kondisinya lemah, berkeringat dingin, dan lapar. Namun, ia tetap diminta berpuasa. Hasil rontgen disebut normal.
Keesokan harinya (29 Juni 2025), TS dipindahkan ke ruang rawat inap lantai 3. Ia dipasangi infus, oksigen, dan kateter. Menurut keluarga, pemasangan kateter menimbulkan rasa sesak dan nyeri.
Sore harinya, dipasang selang NGT dari hidung ke lambung untuk mengeluarkan cairan.
Pada Senin, 30 Juni 2025, dokter bedah menyatakan organ vital TS dalam kondisi baik dan merujuknya ke spesialis kandungan.
Hasil pemeriksaan USG menunjukkan dugaan kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) disertai penumpukan cairan di perut. HB TS turun menjadi 6.
Dokter memutuskan operasi pada pukul 19.00 WIB dan menyatakan butuh tiga kantong darah golongan O.
Keluarga mencari pendonor, namun rumah sakit menyebut stok cukup. Faktanya, menurut keluarga, hanya tersedia satu kantong di PMI Pematangsiantar dan dua kantong lainnya harus diambil dari PMI Simalungun.
Darah tambahan baru tiba sekitar pukul 20.45 WIB. Operasi berlangsung pukul 21.00–22.12 WIB. Pasien dibawa kembali ke ruang rawat inap pukul 22.42 WIB tanpa oksigen, hanya dengan infus dan kantong darah.
Keluarga mengklaim tidak ada pengecekan tensi, HB, maupun gula darah setelah operasi.
Sekitar pukul 05.30 WIB keesokan paginya, TS ditemukan tidak merespons. Upaya resusitasi dilakukan lebih dari 15 menit dengan tangan tanpa alat kejut jantung, hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Poin Dugaan Kelalaian
Kuasa hukum merinci beberapa dugaan kelalaian yakni Keterlambatan Diagnosis dimana kehamilan baru diketahui setelah beberapa hari perawatan.
Kesiapan Operasi, Operasi dilakukan sebelum semua kebutuhan darah tersedia.
Perawatan Pascaoperasi — Tidak ada observasi medis memadai usai operasi, termasuk pengecekan vital signs.
“Kami berharap Polda Sumut segera menindaklanjuti laporan ini agar terang benderang, dan menjadi efek jera bagi rumah sakit lain,” ujar Ganda Tua Sihombing. (ril/SNC)