(Para Elit Politik, Camkan Itu)
catatan | ingot simangunsong
“KALIAN tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit, jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu…keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara.”
Hal itu yang disampaikan dengan tegas oleh Bung Karno—panggilan Ir Soekarno, Presiden RI I—kepada salah satu ajudannya yang bertanya kenapa dirinya tidak melawan. Kenapa dari dulu, Bung Karno tidak melawan.
Dialog itu terjadi saat sejumlah tentara memerintahkan Bung Karno meninggalkan istana dalam waktu 2 x 24 jam, dengan tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.
Wajah-wajah tentara yang mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi dan berkata: “Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang!”
*****
BUNG Karno—hingga titik darah terakhir—tetap teguh pada kepribadian yang bersahaja, dan lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada memikirkan diri sendiri.
Bung Karno—Bapak Bangsa dan Sang Proklamator—yang mendapat tempat terhormat di mata pemimpin bangsa-bangsa di dunia, rela diperlakukan dengan kasar oleh para tentara yang memaksanya keluar dari istana. Tidak melawan sepatah kata pun, dan tidak melawan dengan ekpresi wajah seperti apa pun.
Bahkan dikabarkan satu pasukan khusus (KKO), sempat menembus penjagaan dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno. Pasukan itu, ingin membawa Bung Karno, tapi menolak untuk ikut, karena itu berarti akan memancing perang saudara.
“Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara…”
Pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa sebenarnya Bung Karno masih memiliki kekuatan luar biasa untuk melakukan perlawanan terhadap perlakuan kasar dari pihak tertentu yang menginginkannya turun dari kursi kepresidenan.
Tetapi, sebagai seorang negarawan sekaligus proklamator kemerdekaan RI, Bung Karno tidak ingin memanfaatkan kekuasaan yang miliki hanya untuk sebuah perlawanan yang justru akan membuahkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Bung Karno—dengan tidak melakukan perlawanan apa pun—sebenarnya telah menetapkan satu pilihan untuk berkorban, agar semangat kemerdekaan yang baru dinikmati rakyat Indonesia tidak menjadi sia-sia, dan tidak hancur lebur.
Bung Karno sama dengan Kaisar Hirohito—yang dikenal sebagai Kaisar Showa—saat menjelang berakhirnya Perang Dunia II mengatakan; “Meneruskan peperangan hanya akan menambah kesengsaraan rakyat…….”
*****
PARA elit dan pemimpin partai politik (parpol) di negeri ini, sesungguhnya patut untuk mencermati, mencamkan dan mengimplementasikan apa yang menjadi keteguhan hati Bung Karno, tidak melakukan perlawanan untuk menghindari terjadinya perang saudara.
Semakin banyak orang-orang pintar di negeri ini—yang berangkat dari berbagai disiplin ilmu—seharusnyalah semakin banyak pula kontribusi sumbangsih pemikiran positip untuk membangun Indonesia menuju damai dan sejahtera.
Cukuplah kita bercermin pada apa yang terjadi di rezim Orde Lama (Soekarno) dan rezim Orde Baru (Soeharto), sebagai kelanjutan mengisi kemerdekaan untuk membangun bukan untuk semakin merusak tatanan berbangsa dan bernegara yang sudah dibingkaikan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, ke-Bhineka Tunggal Ika-an dan ke-Gotong Royong-an.
Para elit dan pemimpin parpol, sudah saatnya membersihkan negeri ini dari bebas-bergeraknya para politisi busuk, penjahat politik, politisi sakit jiwa, konglomerat hitam dan mafia proyek/anggaran, serta kaum radikal mau pun barbarian.
Bung Karno dan Kaisar Hirohito—ibarat sebuah cermin—hanya dapat dilihat dengan hati yang bersih.
Dengan kebersihan hati, maka kita akan dapat melihat ruang-ruang ketulusan Bung Karno dan Kaisar Hirohito dalam membangun bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.
Mari para elit, pemimpin parpol dan kita semua, merenungkan apa yang dikatakan Bung Karno dan Kaisar Hirohito.
*****
@Penulis, wakil pemimpin redaksi simadanews.com, mentor Gerakan Daulat Desa (GDD) Provinsi Sumatera Utara, Bidang Humas dan Sosial DPP Dulur Ganjar Pranowo (DGP)