SimadaNews.com- Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Pematangsiantar-Simalungun menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung DPRD Kota Pematangsiantar, Rabu (26/03/2025).
Aksi dimulai dengan long march dari Makam Pahlawan Kota Pematangsiantar dan berlanjut ke beberapa titik, termasuk Pasar Horas dan kawasan Jalan Sutomo, sebelum akhirnya tiba di Gedung DPRD Kota Pematangsiantar.
Dalam orasi mereka, GMKI menyoroti dampak negatif pengesahan UU TNI yang dinilai sebagai ancaman terhadap demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.
“Dengan disahkannya UU TNI, ada potensi pembungkaman supremasi sipil dan pengkhianatan terhadap demokrasi yang diperjuangkan oleh para pendahulu bangsa,” ujar Depandes Nababan, koordinator aksi.
Setibanya di depan gedung DPRD, massa aksi yang berjumlah puluhan mahasiswa dari berbagai kampus sempat bersitegang dengan aparat kepolisian yang berjaga. Mereka mendesak Ketua DPRD Kota Pematangsiantar untuk turun dan berdialog langsung dengan pengunjuk rasa.
Ketegangan semakin meningkat ketika seorang anggota DPRD dari Fraksi Gerindra menawarkan diri untuk bertemu dengan massa, namun ditolak oleh GMKI.
Mereka menegaskan bahwa tuntutan utama aksi adalah meminta DPRD Pematangsiantar secara terbuka menolak UU TNI yang telah disahkan pada 20 Maret 2025.
Sebagai bentuk protes, GMKI menggelar aksi teatrikal dengan membakar foto Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR-RI Puan Maharani, dan Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad.
Mereka menilai para elite politik tersebut bertanggung jawab atas pengesahan UU TNI yang dianggap mencederai reformasi dan demokrasi.
“Ini adalah wujud kekecewaan kami terhadap elite politik yang telah mengkhianati demokrasi. Mereka bertanggung jawab atas kegaduhan nasional akibat pengesahan UU ini,” ujar Yova Purba, Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun.
Setelah berhasil masuk ke ruang rapat DPRD, GMKI menyampaikan pernyataan sikap dan sempat berdebat dengan Sekretaris Dewan (Sekwan) terkait alasan penolakan UU TNI. Mereka juga menuntut Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Lingga, untuk berdiskusi terbuka mengenai dampak UU tersebut.
Berikut lima poin tuntutan GMKI Pematangsiantar-Simalungun: Meminta DPRD Kota Pematangsiantar secara terbuka menolak UU TNI dan meneken surat pernyataan untuk merevisi poin-poin kontroversial dalam UU tersebut.
Menuntut DPRD memastikan kebijakan yang dihasilkan tidak membuka ruang bagi militer untuk masuk ke ranah sipil.
Memastikan supremasi sipil tetap dijunjung tinggi dan menolak segala bentuk militerisasi birokrasi.
Menghendaki transparansi dalam proses legislasi agar kebijakan yang dibuat tidak hanya berdasarkan kepentingan politik semata.
Mendorong DPRD membuka ruang dialog dengan mahasiswa dan masyarakat sipil terkait dampak revisi UU TNI terhadap demokrasi dan hak warga negara.
Di akhir aksi, GMKI menyatakan akan terus menggalang konsolidasi dan meningkatkan eskalasi gerakan hingga tuntutan mereka mendapat tanggapan serius dari pihak terkait. (snc)
Laporan: Romanis Sipayung