SimadaNews.com– Eksekusi lahan seluas 8 hektare di Desa Amborgang oleh Pengadilan Negeri (PN) Balige pada 8 Mei 2025 lalu menuai kontroversi.
Sejumlah warga yang mengklaim sebagai pemilik sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) menyebut eksekusi dilakukan terhadap objek yang salah dan berencana mengambil langkah hukum untuk memperjuangkan hak mereka.
Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Desa Sampuara, Parik, dan Amborgang (Saparang) menilai tindakan tersebut tidak hanya merugikan secara materil, tetapi juga menimbulkan intimidasi.
Mereka mengaku mendapat tekanan dari sejumlah orang tak dikenal (OTK) yang masih berada di lokasi eksekusi hingga saat ini.
“Setelah aksi unjuk rasa ke Kantor Bupati Toba, kami belum mendapatkan jawaban yang jelas. Karena saat ini bupati berkantor di Desa Amborgang, kami akan tanyakan langsung kepadanya. Namun, hingga kini belum ada respons,” ujar Ketua Aliansi Masyarakat Desa Saparang, Marolop Doloksaribu, Kamis (10/7/2025).
Menurutnya, meski sudah dilakukan aksi protes di berbagai instansi termasuk PN Balige, Polres Toba, Kantor Bupati dan DPRD Toba, belum ada kejelasan atas keabsahan eksekusi tersebut. Unjuk rasa lanjutan direncanakan digelar Jumat (11/7/2025).
“Kami ingin negara tidak membiarkan mafia tanah beroperasi dan menyusahkan masyarakat. Kesimpulan dari pengadilan pun belum kami terima secara utuh,” imbuh Marolop.
Ia menuturkan, pasca eksekusi, lahan yang mereka yakini merupakan objek salah alamat itu telah diratakan menggunakan buldoser.
Tanaman yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga dirusak, dan dua kepala keluarga terdampak bahkan terpaksa meninggalkan lahan mereka.
Kepala Desa Parik, Delima Pasaribu, turut menegaskan bahwa lokasi eksekusi bukan berada di wilayah administratif desanya. Ia menyatakan telah menyampaikan hal ini kepada pihak PN Balige saat proses konstatering berlangsung.
“Saya hadir saat konstatering dan menyatakan bahwa lokasi yang dieksekusi bukan di Desa Parik. Kami dari pihak desa maupun kecamatan tidak pernah dilibatkan dalam proses penentuan lokasi,” jelasnya.
Pihak Pemerintah Desa Amborgang pun menyebut lokasi tersebut merupakan bagian dari wilayah mereka, menguatkan dugaan salah objek dalam pelaksanaan eksekusi.
Menanggapi polemik ini, Bupati Toba Effendi Napitupulu menyatakan akan menggelar pertemuan khusus dengan masyarakat untuk menjelaskan hasil koordinasi Forkopimda terkait kasus tersebut.
“Apa yang telah menjadi keputusan pengadilan memang tidak dapat diganggu gugat. Namun, kami akan menyampaikan sejumlah informasi penting terkait pelaksanaan eksekusi di Desa Amborgang,” kata Bupati Effendi.
Pertemuan tersebut dijadwalkan berlangsung Kamis (10/7/2025), seiring dengan program berkantor di desa yang sedang berlangsung.
“Kami akan berdialog langsung dengan masyarakat. Apa yang sudah dibahas bersama Forkopimda, akan kami sampaikan secara terbuka,” pungkasnya.
(snc)
Laporan : Jaya Napitupulu