SimadaNews.com-Peduli akan situasi pendidikan di Kota Siantar, terutama mendorong lahirnya Perguruan Tinggi Negeri di Siantar, Komunitas Mata Demokrasi (KOMADEM) menggelar Sarasehan dan Diskusi “Siantar Kota Pendidikan” di Toba Dreams Coffee, Kamis (6/12).
Dalam kegiatan itu hadir 4 orang narasumber, yakni Kristian Silitonga, seorang pengamat sosial politik dan pendidikan di Kota Pematangsiantar, Binsar Gultom, Dosen UHN, Sepriandi Saragih, Dosen USI dan tokoh pemuda Simalungun.
Fawer Sihite saat memulai diskusi, mengatakan, di Kota Siantar terdapat 71 SMA/SMK sederajat yang merupakan bakal calon mahasiswa. Setiap tahunnya SMA/SMK sederajat di Siantar melahirkan 8.000 hingga 10.000 siswa per tahunnya.
Namun, dari banyaknya siswa yg tamat tersebut, mereka harus pergi ke luar Siantar untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
“Maka, kami melihat ini sebuah potensi yang dimiliki oleh Siantar sebagai modal dasar perlunya pendirian PTN di Kota Siantar,” katanya.
Binsar Gultom, dalam pemaparannya menyampaikan kondisi perguruan tinggi masih mengkhawatirkan. Ia mengungkapkan kegelisahannya tentang situasi para akademisi yang tidak membuka diri terhadap persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan.
Ia juga melihat, bukan persoalan kampus negeri atau swasta, namun setiap kampus harus membuka diri atas persoalan-persoalan yang tengah dihadapi masyarakat.
” Di Siantar ini sebenarnya ada banyak para dosen, dan banyak perguruan tinggi. Namun, saat ini sangat jarang kita rasakan kontribusi kampus dalam memajukan masyarakatnya. Nah, pertanyaannya, apakah kehadiran PTN di Siantar akan mengubah situasi ini? PTN seperti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat kota Siantar? ” tutur Binsar.
Sementara itu, Sepriandison menjelaskan bahwa Siantar sudah saatnya memiliki PTN. Ia menganggap bahwa Siantar harus memperjelas identitasnya sebagai Kota Pendidikan.
“Selama ini Siantar disebut-sebut sebagai Kota Pendidikan. Namun, dimana bukti bahwa Siantar ini Kota Pendidikan? Jadi, usulan akan pendirian PTN di Siantar sudah tepat untuk mendukung kemajuan pendidikan kota Siantar ini. Kemudian, siapkah Pemko untuk merealisasikan? ” ungkap Sepriandi.
Selain itu, Sepriandi juga menjelaskan tentang perlunya kajian akademik tentang pendirian PTN tersebut.
Sementara itu, Kristian Silitonga dalam paparannya mengungkapkan bahwa secara menyeluruh Siantar layak dan Siap untuk mendirikan PTN di Siantar. Namun ia meragukan komitmen Pemko dalam mewujudkan hal ini.
“Kita belum clear soal jati diri dan narasi besar kota Siantar. Ketika syarat berdirinya sebuah PTN di Siantar sudah dimiliki kota ini, menjadi pertanyaan besar buat pemko dan DPRD, ini salah urus atau tidak ada niat?” ujar Kristian.
Kristian juga menyatakan bahwa kehadiran PTN di Siantar sangat tepat mempedomani nilai-nilai Raja Sangnaualuh.
Ditambah Tigor Munte, ia menyatakan sepakat akan pendirian Universitas Negeri Sangnaualuh di Kota Siantar. Selain untuk menanamkan nilai-nilai keteladanan Sangnaualuh, ia juga menyampaikan perlunya “second opinion” dari akademisi untuk memberikan pemikiran-pemikiran ilmiah atas persoalan yang dialami kota Siantar.
“Sudah tepat ketika didirikan Universitas Negeri Sangnaualuh yang mengambil filosofi dari delapan “podah” dari Sangnaualuh. Di samping itu, kami sebagai orang media selama ini sangat sulit mengambik ‘second opinion’ dari pihak kampus atas persoalan-persoalan yang ada di Kota Siantar” ungkap Tigor.
Sementara itu peserta diskusi menyampaikan pandangannya terkait wacana pendirian Universitas Negeri Sangnaualuh. Secara umum, peserta diskusi sepakat dan siap untuk sama-sama memperjuangkan berdirinya Universitas Negeri Sangnaualuh. (rel/snc)