SimadaNews.com-Pihak kecamatan Laguboti akan menjadwalkan ulang mediasi permasalahan tanah yang ada di Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba. Sekretaris Camat Laguboti Riston Hutapea menyampaikan, salah satu pihak yang akan dimediasi mengalami sakit.
“Mediasi tersebut terkait permasalahan tanah antar keluarga yang ada di Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba. Jadi tadi kita sudah mediasi namun satu pihak keluarga tidak hadir sehingga mediasi itu tidak bisa kita lanjutkan,” ujar Sekcam Laguboti Riston Hutapea.
“Kita bersama forkopimca tadi sudah menyepakati penjadwalan ulang mediasi tersebut menunggu pihak keluarga yang tidak hadir dengan alasan sakit. Kita akan koordinasi dengan mereka untuk bisa hadir mengikuti mediasi,” sambungnya.
Pihaknya akan menfasilitasi setiap pihak yang tengah bersengketa untuk melahirkan mufakat bersama.
“Tidak bisa hadir karena alasan sakit dan ada surat keterangan sakit maka kita bisa memakluminya. Tadi hadir keluarga penyanggah yang keberatan atas pengurusan surat sertifikat tersebut ada 4 orang tadi dan mereka menyetujui akan mediasi ulang,” terangnya.
“Ini biasa terjadi, apabila desa merasa kurang berhasil melaksanakan mediasi, bisa disampaikan ke kecamatan. Dami juga dari kecamatan jika kurang berhasil dalam mediasi maka akan menyampaikan kepada forkopimda,” sambungnya.
Mediasi ini bermula dari adanya keluhan warga soal pengurusan sertifikat tanah. Seorang warga Medan Marbin Pangaribuan (67) keluhkan kinerja Kepala Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba soal pengurusan sertifikat tanah.
Awalnya, pengurusan sertifikat sudah berjalan di BPN Toba dengan mengajukan permohonan. Saat meninjau objek tanah di Desa Pintu Bosi, kepala desa bersama stakeholder terkait sudah mengukur luasan tanah tersebut.
Dalam perjalanan waktu, diduga kepala desa menghubungi pihak BPN Toba agar menangguhkan proses sertifikasi yang sudah berjalan karena adanya sanggahan dari pihak lain.
Marbin Pangaribuan bersama istrinya harus datang ke Toba untuk mengikuti mediasi sebanyak dua kali. Mediasi pertama, pihak penyanggah tak mampu memperlihatkan alas gak kepemilikan tanah tersebut.
“Permasalahan tanah ini berawal dari adanya surat sanggahan soal kepemilikan kami atas tanah itu. Kita duga bahwa kepala desa ikut berperan didalamnya sehingga proses di BPN terhambat,” ujar Marbin Pangaribuan.
Ia tetap mengikuti mediasi kedua. Pada mediasi tersebut, kepala desa tidak bisa hadir padahal sudah dijadwalkan sebelumnya. Akhirnya, sekretaris desa yang memimpin pertemuan dan menandatangani hasil mediasi.
“Kita ikuti dua kali mediasi, namun belum ada hasil. Pada mediasi kedua, kepala desa pun tak hadir. Setibanya saya di Toba, dia pun tak ada di tempat sehingga sekretaris yang kami jumpai,” ujarnya.
“Bahkan, yang menandatangani hasil mediasi tersebut ditandatangani oleh sekretaris desa, seharusnya kepala desa,” sambungnya.
Marbin Pangaribuan sudah memperlihatkan bukti surat pembelian tanah tersebut kepada pihak penyanggah. Tanah tersebut ia beli pada tahun 1952 yang dibuktikan dengan adanya surat pembelian. Luas lahan tersebut sekitar 1,5 hektar.
“Jual beli tanah ini berlangsung pada tahun 1952. Luasan tanah 1,5 hektar,” sambungnya.
Ia telah mengonfirmasi pihak BPN soal pembuatan sertifikat tersebut. Ia sangat kecewa dengan kinerja kepala desa dan bahkan ia menduga pihak penyanggah dan kepala desa tengah bersekongkol agar pembuatan sertifikat tanah tersebut batal.
“Kalau dari BPN Toba, proses pembuatan sertifikat sudah berlangsung dan sudah kita jumpai tadi ke kantor BPN,” pungkasnya. (snc)
Laporan: Jaya Napitupulu