SimadaNews.com-Siapa yang tidak kenal dengan buah si “Mata Kucing” atau “Mata Dewa”. Rasanya yang manis, legit dengan aroma khas menjadikan buah lengkeng banyak digemari semua kalangan masyarakat.
Kebutuhan konsumsi terhadap buah lengkeng di Indonesia semakin meningkat seiring dengan peningkatan laju jumlah penduduk.
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kondisi agroklimat hampir sama dengan Thailand. Jika lengkeng dapat tumbuh dengan baik di Thailand, maka Indonesia pun pasti bisa memproduksi dengan baik.
Budidaya lengkeng di Indonesia sudah lama berkembang. Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah daerah dataran tinggi yang mengawali budidaya lengkeng ini. Dua provinsi tersebut penghasil lengkeng terbanyak di Indonesia.
Adanya perkembangan teknologi pertanian di bidang budidaya memungkinkan lengkeng dikembangkan di dataran rendah juga. Dengan inovasi budidaya ini, kini budidaya lengkeng menjadi salah satu buah yang memiliki potensi prospektif.
Direktur Buah dan Florikultura, Sarwo Edhy menjelaskan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian sedang mengupayakan langkah-langkah dalam mensubtitusi produk impor khususnya buah–buahan.
”Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan langkah-langkah dalam mensubtitusi produk impor dengan mengembangkan beberapa komoditas buah yang secara agroklimat dan teknis budidaya memungkinkan untuk dapat berproduksi secara baik di Indonesia diantaranya adalah lengkeng,” jelas Sarwo.
Dia menambahkan, Kementerian Pertanian telah melepaskan beberapa varietas lengkeng. Hal ini juga didukung adanya pengembangan kawasan lengkeng sejak 2011.
Daerah itu meliputi Kabupaten Tuban, Lampung Timur, lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Barat, Pesawaran, Kota Pontianak, Semarang, Jepara, Wonogiri dan Blora.
“Saat ini telah banyak varietas lengkeng yang dilepas oleh Menteri Pertanian yaitu batu, selarong, diamond river, pingpong, kristal, itoh, mutiara poncokusumo, dan kateki. Sampai dengan tahun 2017 pengembangan kawasan lengkeng dari dana APBN mencapai 203 hektare dan pada tahun 2018 akan diperluas 85 hektare,” ujarnya.
Sarwo Edhy menyebutkan, pemerintah akan terus berkomitmen dalam mengembangkan lengkeng. Sejak tahun 2016 telah dilakukan pengembangan kebun lengkeng komersial dengan pola inti plasma berkerjasama dengan swasta.
Pada saat melakukan kunjungan ke Kabupaten Blora, Sarwo Edhy berkesempatan untuk melihat pengembangan lengkeng komersial milik perusahaan swasta yang telah dimulai sejak tahun 2013.
Lokasi pengembangan buah ini terletak di Desa Tunjungan Kecamatan Tunjungan. Perusahaan ini mengembangkan kebun buah seluas 12 hektare yang terdiri dari lengkeng, jambu kristal, durian, jeruk, dan pepaya. Jumlah tanaman lengkeng sendiri berkisar 1.200 pohon dengan luasan 6 hektare.
Jenis yang dikembangkan adalah varietas New Kristal (Kateki), Itoh dan Virni. Kelebihan varietas ini di antaranya daging buah berukuran besar dan memiliki tingkat kemanisan (brix) mencapai 22.
Ketiga varietas ini mampu berproduktivitas tinggi dan memiliki kadar air yang sedang. Kelebihan utama lainnya adalah bisa dikembangkan di dataran rendah karena buah ini masuk kategori buah sub tropis.
Tanaman lengkeng dengan pemeliharaan optimal dapat berproduksi dengan baik. Pada umur 4 tahun produktivitas lengkeng dapat mencapai 50-70 kg per pohon setiap tahunnya. Dengan biaya pemeliharaan Rp 200.000 per tahun, budidaya lengkeng dapat menghasilkan keuntungan yang cukup bagus.
“Dengan biaya pemeliharaan Rp 200.000 per tahun, budidaya lengkeng dapat menghasilkan keuntungan Rp 1.750.000 per pohon untuk setiap tahunnya. Oleh karena itu lengkeng memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan,” jelas Bambang Suharto, pengelola kebun.
Pada tahun 2018, Ditjen Hortikultura mengalokasikan kegiatan pengembangan kawasan lengkeng seluas 20 hektare di Kabupaten Blora. Berdasarkan informasi dari Mudiyanto, Kasi Produksi Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Blora, pengembangan kawasan lengkeng difokuskan di daerah sekitar kebun milik swasta yaitu 10 hektare di lahan Perhutani dan 10 hektare di lahan milik petani.
“Petani sangat antusias dalam mengembangkan lengkeng, hal ini dapat dilihat dari tanaman lengkeng yang tumbuh subur walaupun mengalami musim kemarau panjang. Lokasi kebun yang berdekatan dengan Waduk Greneng memberikan keuntungan bagi petani lengkeng karena tidak mengalami masalah kesulitan air,” ujar Mudiyanto.
Pengembangan lengkeng di Indonesia tidak hanya difasilitasi oleh pemerintah, saat ini masyarakat mulai bergairah untuk menanam lengkeng secara swadaya. Dilihat dari hasil identifikasi populasi tanaman lengkeng di Indonesia diperkirakan telah mencapai 245.000 pohon atau sekitar 1.200 hektare.
Sentra lengkeng tersebar di beberapa titik pulau Jawa yang diperkirakan sekitar 37 persen sudah berproduksi. Diprediksi pada 3 tahun ke depan produksi lengkeng akan mencapai 17 ribu ton.
“Dengan pengembangan yang terus diperluas maka dalam beberapa tahun ke depan lengkeng Indonesia sudah mampu bersaing dengan lengkeng impor. Adanya kontribusi dari semua stakeholders mulai dari penangkar benih, petani, dinas pertanian, penyuluh, Badan Litbang dll, maka Indonesia akan mampu menghasilkan lengkeng dengan mutu yang baik secara kontinu, sehingga kebutuhan konsumsi lengkeng dalam negeri tidak lagi bergantung kepada lengkeng impor,” jelas Sarwo. (rel/snc)