SimadaNews.com-Masyarakat Etnis Simalungun, patut berbangga dan bersyukur. Sebab salah satu tarian tradisional Simalungun yakni Tortor Sombah, sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.
Penetapan Tortor Simalungun menjadi WBTB, dilaksanakan di Hotel Milenium Jakarta yang berlangsung sejak tanggal 13 Agustus hingga 16 Agustus 2019.
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Dan Sejarah (BPNB Aceh-Sumut) Irini Dewi Wanti yang turut menghadiri acara sejak awal, mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraannya saat pimpinan sidang mengumumkan bahwa jenis karya budaya tersebut dinyatakan lulus.
Sidang penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang diikuti oleh ratusan karya budaya tradisi dari 34 Provinsi se-Indonesia dihadiri langsung Direktur Jendral Kebudayaan Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dr. Hilmar Farid.
Sebelumnya, adapun empat karya budaya dari Aceh yang telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia, yakni Memek (kuliner khas dari Pulau Simeulue), Gutel (kuliner khas dari etnis Gayo di Kabupaten Aceh Tengah), Tari Sining (etnis Gayo di Kabupaten Aceh Tengah) dan Silat Pelintau (Aceh Tamiang). Sedangkan satu karya budaya dari Sumut yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia adalah Tortor Sombah dari Simalungun.
Kasubdit Warisan Budaya Takbenda Direktorat WDB, Binsar Simanullang, pada saat pembukaan sidang, menyampaikan dari 698 usulan yang masuk ke meja panitia penetapan, yang lolos untuk mengikuti tahapan seleksi berikutnya hanya 399 karya budaya saja, dan dari karya budaya yang lolos tersebut pada akhirnya hanya menyisakan 272 karya budaya yang layak untuk mengikuti sidang penetapan.
Ada beberapa faktor penyebab ketidak lolosan ratusan karya budaya tersebut, pertama adalah faktor data pendukung yang dianggap belum lengkap dan belum memenuhi standar kwalitas yang telah ditetapkan oleh panitia, seperti belum terlampirnya video maupun foto dari karya budaya yang diajukan, ataupun kwalitas/resolusi dari video dan foto yang masih minim.
Kedua, nilai ataupun filosofi dari karya budaya yang diajukan belum terpapar jelas pada formulir pencatatan dan pengajuan, padahal kedua hal ini merupakan inti ataupun hal terpenting dari karya budaya yang diajukan untuk dapat ditetapkan sebagai WBTB Indonesia.
Ketiga, belum adanya kepedulian dari pihak dinas di provinsi yang mengampu bidang kebudayaan, sebagaimana yang terjadi pada Aceh dan Sumut.
Sejak tahun 2016, seluruh proses pengajuan WBTB Indonesia, merupakan tanggung jawab penuh dari dinas di provinsi, akan tetapi untuk Aceh dan Sumut, 100 persen masih dikerjakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh).
Sejak proses pengusulan karya budaya, pengisian formulir pengajuan, mempersiapkan data-data pendukung, hingga mengirimkan ke Direktorat WDB, masih dikerjakan oleh BPNB Aceh.
Mulai tahun 2019 ini ternyata pihak panitia dari Direktorat WDB lebih ketat dengan hal ini, dan untuk tahun 2020 tidak akan ada lagi kelonggaran terkait hal ini.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh telah menyatakan sikap dan siap untuk mengerjakan seluruh proses pengajuan tersebut pada tahun 2020 nanti, dengan terus berkoordinasi dengan pihak BPNB Aceh.
BPNB Aceh pun menyampaikan dorongan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara agar dapat berperan lebih aktif karena ribuan karya budaya dari Sumut menunggu untuk ditetapkan sebagai WBTB Indonesia. (snc)
Sumber: webresmi Kemendikbud
Editor: Hermanto Sipayung