SimadaNews.com-Manajemen PTPN V Sei Rokan-Riau, melakukan pengusiran paksa terhadap 150 Kepala Keluarga Buruh Harian Lepas (BHL) dari perumahan. Kini, para BHL bersama keluarganya terpaksa tinggal di tenda-tenda pengungsian di sekitar perkebunan.
Sesuai keterangan tertulis yang diperoleh SimadaNews.com dari perwakilan BHL, menyebutkab, pengusiran dan pengosongan paksa rumah terjadi pada Kamis 22 Agustus 2019 lalu oleh pihak perusahaan yakni Satpam, dipimpin Asisten Kepala dan Asisten Umum, serta meminta bantuan pihak kepolisian dan TNI. Namun, pengosongan rumah tidak disertai dengan pemberitahuan jauh hari sebelumnya.
Adapun alasan pengusiran, bermula keterlibatan para BHL dalam sebuah organisasi serikat buruh, Yakni Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI).
Tindakan represif dan intimidasi terhadap buruh, mengakibatkan para buruh tidak memiliki tempat tinggal, dan menimbulkan trauma.
Sebagian dari BHL saat ini tinggal dan berteduh di tenda seadanya di pinggir jalan, yang jauh dari layak sebagai tempat tinggal manusia.
Feriyanto, salah seorang BHK menceritakan, malam peristiwa pengosongan rumah, di rumahnya sedang ada acara wirid. Dia pun waktu itu meminta supaya dirinya diberikan kesempatan menggelar acara terlebih dahulu dan akan mengosongkan rumah keesokan harinya. Tetapi, permohononannya sama sekali tidak dihiraukan oleh pihak petugas dan tetap memintanya mengosongkan rumah.
Hal senada disampaikan Mula Joni Sihotang. Dia menyebutkan, akibat pengosongan rumah secara paksa tanpa adanya penghuni di rumah , ia mengalami kehilangan beberapa barang berharga seperti emas dan uang tunai kurang lebih Rp7 juta.
“Waktu pulang kerja, barang-barang saya sudah tercecer di depan rumah. Uang 7 juta juga hilang tersebut, sudah saya tabung untuk biaya rumah sakit anak di Medan, tapi mau gimana lagi,” katanya.
Para buruh saat ini mengharapkan tanggung jawab dari PTPN V Sei Rokan Riau atas tindakan dan kerugian yang diderita. Mereka yang rata–rata sudah 5–20 tahun bekerja di perusahaan.
“Kami tidak pernah menerima THR, maupun BPJS yang sebenarnya hak kami. Upah kami pun jauh dari upah rata-rata minum yg telah ditentukan undang-undang. Kami hanya terima Rp35 ribu per hari dan Rp70 ribu per ton, jika panen,” tambah Sekretaris DPC FSBSI Rokan Ilir Alter Situmeang.
Adapun tuntutan FSBSI akibat pengusiran dan pengosongan rumah secara paksa oleh perusahaan, lanjut Alter, yakni perusahaan harus bertanggung jawab dan memberikan THR yang selama ini, sebagai pengganti kerugian BHL.
Perusahaan harus bersedia mengganti uang sebagai ganti rugi, agar BHL bisa mendapat layanan BPJS, dimana pun nanti akan bekerja.
Perusahaan juga harus mengganti dan membayar seluruh upah minimum selama ini, berdasarkan upah yang telah ditentukan oleh negara. Perusahaan harus bertanggung jawab atas pesangon para buruh agar bisa mencari pekerjaan lain.
Alter menambahkan agar proses hukum atas tindakan represif tersebut dijalankan, dan agar KPK memeriksa PTPN V Sei Rokan Riau.
Para buruh menduga banyak praktik-praktik yang diduga KKN dalam PTPN V Sei Rokan Riau.
“Kami tidak mau KKN berkembang biak di Rokan Hulu, khususnya di PTPN V Sei Rokan Riau. Karena kami masih punya saudara-saudara yg sedang aktif bekerja di perusahaan tersebut,” tutup Alter dalam keterangan tertulisnya. (snc)
Editor: Hermanto Sipayung