Pertemuan Dua Aliran Air di Partimbahoan
Catatan | ingot simangunsong, wartawan simadanews.com
Kami memutuskan untuk lebih dulu menyusuri kawasan Partimbahoan yang menjadi sumber datangnya longsoran air besar membawa lumpur, material bebatuan dan gelondongan kayu yang berhenti di wilayah Sualan, Nagori (desa) Sibaganding.
Langkah dimulai dari perkampungan (huta) Bangun Dolok, dimana markas Kelompok Sadar Wisata (Darwis) Dolok Simarbalatuk-Bangun Dolok, berdiri.
Dipandu Tumpak, dan Muden Sinaga, saya bersama Ketua Kelompok Sadar Wisata Dolok Simarbalatuk-Bangun Dolok, Hotlen Manik dan Kepala Lingkungan III, Lindung Manik serta dua teman lainnya, Sitopu dan Tampubolon, menyusuri jalan setapak di kaki Dolok Simarbalatuk.
“Orangtua kami dulu, bertani di kawasan kaki Dolok Simarbalatuk ini, ada yang membuat perangkap babi hutan. Kawasan hutan di Dolok Simarbalatuk ditanami pohon pinus oleh Belanda, untuk menahan debit air, agar tidak terjadi longsor. Tidak diperbolehkan melakukan penebangan apa pun. Penanaman pohon pinus ini tahun 1931,” kata Hotlen Manik.
Pinus-pinus yang sudah berusia 90 tahun itu, masih berdiri kokoh. Namun tidak sedikit, yang ditemukan, pohon pinus yang tumbang, dan dibiarkan begitu saja, hingga membusuk.
“Kita tidak berani mengambil pinus yang tumbang. Padahal sangat bermanfaat untuk dipergunakan. Sudah begitu aturannya, kawasan ini kawasan hutan lindung, jadi kita biarkan sajalah begitu hingga membusuk,” kata Muden Sinaga, yang lahir tahun 1955 di perkampungan Bangun Dolok, di bawah kaki Dolok Simarbalatuk.
Sesekali, dalam perjalanan kami temukan aliran air yang datang dari atas, dengan debit yang kecil. Seakan mencari jalannya, air itu mengalir terus.
“Jika air seperti ini sudah kita temukan, kita tidak tahu, apakah di ketinggian sana sudah ada kolam air, yang pada saat yang tidak kita ketahui, dapat meluber menuruni bebukitan menuju ke Parapat,” kata Hotlen Manik.
PARTIMBAHOAN
Perlahan-lahan, pendengaran kami mulai menangkap suara desiran air.
Menurut Muden Sinaga, kami sudah mendekati kawasan Partimbahoan, yang disebut-sebut sebagai wilayah bertemunya dua aliran air, yang kemudian mengumpul dengan debit besar mendorong benda apa pun di depannya sampai ke pemukiman penduduk di Sualan, Nagori Sibaganding.
Cerita Hotlen Manik, kawasan itu disebut Partimbahoan, karena di wilayah itu banyak ditemukan pohon tembakau (timbaho).
“Tembakau itu tumbuh sendiri, warga tidak ada yang menanam. Waktu itu subur sekali dan menjadi salah satu penghasilan warga. Makanya, tempat ini disebut Partimbahoan. Tetapi, sesuai perjalanan waktu, pohon tembakau punah, dan tidak tersisa. Yang tinggal hanya nama saja,” kata Hotlen Manik, yang pensiunan guru tersebut.
DUA ALIRAN AIR BERTEMU
Tidak berapa lama, kami sampai juga ke kawasan Partimbahoan. Suara aliran air semakin keras terdengar di telinga.
Muden Sinaga mengarahkan kami untuk turun, agar dapat melihat lebih jelas pertemuan dua aliran air yang diperkirakan datang dari Dolok Simarbalatuk.
Setelah berjalan menurun beberapa meter, di hadapan kami kelihatan dua aliran yang dimaksud. Kemudian, Muden Sinaga, menunjuk arah lurus, ke kawasan Sualan, Nagori Sibaganding yang menjadi sasaran longosoran air berlumpur bercampur bebatuan dan gelondongan kayu.
“Inilah titik lurus ke Sualan. Dua aliran air ini, mengumpulkan debit air yang besar, lembah yang tidak lebar ini tidak mampu menampung, sehingga karena derasnya tekanan air, apa yang ada di depannya disorong. Terbawalah material seperti yang kita lihat di Sualan, pinggir jalan Pematangsiantar-Parapat tadi,” kata Hotlen Manik.
Menurutnya, air berlumpur itu, adalah tanah-tanah rapuh yang terkikis terbawa aliran air deras. Demikian juga bebatuan, dan gelondongan kayu tumbang.
“Jadi, tidak ada tanda-tanda perambahan hutan di Partimbahoan, karena dari dua aliran air inilah yang sudah kita lihat bersama-sama, sumber longsoran yang terjadi pada Kamis, 13 Mei 2021,” kata Hotlen Manik.
Kemudian diungkapkan Hotlen Manik, bahwa titik kawasan Partimbahoan, tidak berada pada wilayah Lingkungan III, Bangun Dolok.
“Saya hanya ingin menyampaikan, bahwa pembuktian ini, sekaligus menjelaskan, bahwa bencana longsor di Sualan, tidak berasal dari kawasan hutan Bangun Dolok yang berada di kaki Dolok Simarbalatuk,” kata Hotlen Manik. (selanjutnya #3)