SimadaNews com—Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pematangsiantar menyampaikan kritik terbuka terhadap kinerja Wali Kota Wesly Silalahi dan Wakil Wali Kota Herlina.
Melalui Ketua Presidium, Maruli Tua Sihombing, PMKRI menyoroti tiga persoalan utama yang dinilai mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan daerah: ketidakjelasan proyek Pasar Horas, maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng), serta belum optimalnya pengoperasian Terminal Tanjung Pinggir.
Sorotan Proyek Pasar Horas: Minim Transparansi
PMKRI mempertanyakan arah pembangunan Pasar Horas yang dibiayai melalui pinjaman dari Bank Sumut.
Hingga kini, mereka menilai pemerintah kota belum menunjukkan kejelasan terkait jadwal pembangunan, relokasi pedagang, maupun dampak sosial-ekonomi yang mungkin ditimbulkan.
“Kami meminta kejelasan mengenai jadwal pembangunan, mekanisme relokasi pedagang, dan dampaknya terhadap ekonomi rakyat kecil. Pedagang berhak tahu nasib mereka,” ujar Maruli.
Selain substansi pembangunan, PMKRI juga menyoroti kondisi trotoar di sekitar Pasar Horas yang rusak dan tidak ramah pejalan kaki.
Mereka mendesak Wali Kota untuk membuka ruang dialog terbuka dengan pedagang dan masyarakat, guna menjamin proyek ini berjalan secara transparan dan inklusif.
Masalah Gepeng Dinilai Tak Tertangani Secara Sistemik
Keberadaan gepeng yang makin marak di kawasan strategis seperti Pasar Horas dan Jalan Merdeka menjadi perhatian serius PMKRI.
Mereka menilai langkah penertiban yang dilakukan Pemko dan kepolisian bersifat temporer dan tidak menyentuh akar persoalan sosial.
“Penertiban saja tidak cukup. Kami mendesak dibentuknya satuan tugas khusus yang fokus pada rehabilitasi dan pemberdayaan, terutama bagi anak-anak yang tereksploitasi,” tegas Maruli, mahasiswa Universitas Efarina.
PMKRI menyebut bahwa pendekatan represif tanpa program jangka panjang hanya akan menambah beban sosial dan merusak citra kota di mata publik.
Terminal Tanjung Pinggir: Mega Proyek yang Belum Memberi Manfaat
Terminal Tipe A Tanjung Pinggir yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Februari 2023 dengan anggaran Rp43 miliar juga tak luput dari kritik. Hingga pertengahan 2025, terminal tersebut belum berfungsi optimal.
“Terminal ini hanya jadi monumen megah tanpa fungsi. Padahal, sejak Maret lalu, Wali Kota sudah menyampaikan komitmen pengoperasian di hadapan DPRD,” kata Maruli.
PMKRI menilai hal ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara Pemko dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD). Mereka juga mendesak agar terminal liar yang masih beroperasi di pusat kota segera direlokasi sesuai rencana awal.
Tiga Tuntutan Konkret
PMKRI menyampaikan tiga tuntutan kepada Wali Kota Wesly Silalahi:
Transparansi proyek Pasar Horas serta perbaikan infrastruktur pendukung seperti trotoar.
Peluncuran program rehabilitasi dan pemberdayaan gepeng, termasuk penanganan eksploitasi anak.
Dan Pengoperasian penuh Terminal Tanjung Pinggir sebelum akhir tahun 2025, sesuai janji yang pernah disampaikan.
“Kami tidak ingin mendengar janji seremonial lagi. Kami ingin bukti nyata dari Wali Kota,” tegas Maruli menutup pernyataannya. (SNC)