SimadaNews.com – COVID-19 varian Omicron jauh lebih mudah menular dibandingkan varian lainnya termasuk dengan varian Delta. Meski demikian, dari gejala yang muncul pada pasien saat ini cenderung mengalami gejala yang lebih ringan.
Hal tersebut dikatakan Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, Reisa Broto Asmoro, saat konferensi pers terkait Perkembangan Pandemi COVID-19 di Indonesia pada Rabu (9/2/2022) secara virtual.
“Namun, kita tidak boleh terlalu cepat meremehkan virus ini. Bahkan sangat penting bagi kita untuk bisa menurunkan transmisi penularan COVID-19,” kata Reisa.
Ia melanjutkan, perlu diketahui infeksi yang disebabkan varian Omicron itu lebih banyak menyerang saluran pernapasan atas dibandingkan varian Delta yang lebih banyak menyerang saluran pernapasan bagian bawah.
Reisa mengungkapkan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) ada beberapa alasan penting terkait kenapa kita sebaiknya jangan sampai terinfeksi.
Pertama, karena selalu ada resiko penyakit yang diderita menjadi penyakit berat, terutama yang memiliki penyakit komorbiditas, lanjut usia atau yang belum mendapatkan vaksinasi.
“Meski lebih banyak ditemukan kasus berat pada kriteria tersebut, ada yang tidak termasuk kriteria ternyata tetap memiliki resiko penyakit berat meski kemungkinannya kecil,” kata Reisa.
Kedua, penduduk duniapun tidak sepenuhnya mengetahui dampak terkait kondisi tersebut. Orang yang pernah terinfeksi memiliki resiko mengalami gangguan kesehatan dan lainnya.
Reisa menjelaskan, bahwa penyakit itu tentunya bisa membebani fasilitas kesehatan dan fasilitas publik lainnya. Juga dapat mengganggu kegiatan dan produksi masyarakat.
Semakin tinggi laju penularan, yang artinya semakin banyak virus bermutasi dan semakin besar pula kemungkinan ini dapat berkembang kembali menjadi varian baru lagi. Reisa berharap Indonesia bisa menekan laju penularan.
“Kita berharap tentu omicron menjadi varian terakhir dan pandemi segera berakhir. Maka kita harus dapat menurunkan resiko terbentuknya varian yang lebih berbahaya dengan cara menurunkan laju penularan,” kata Reisa. (***)