SimadaNews.com-Puluhan masyarakat mengatasnamakan horja Lumban Manurung datangi kantor Bupati Toba tuntut realisasi hasil mediasi yang difasilitasi Pemkab Toba.
Permasalahan yang terjadi diantara Horja Lumban Manurung atas sengketa tanah di lokasi pantai Pasifik, Desa Patane IV, Kecamatan Porsea beberapa waktu lalu hingga saat ini belum terselesaikan.
“Kekecewaan kepada Bupati Toba karena tidak ada realisasi hasil mediasi yang dilakukan pemkab Toba dengan yang tertuang di Berita Acara Kesepakatan bersama pada tanggal 1 Maret 2023 di kantor bupati Toba”, sebut Leo Jekson Manurung, selaku penanggung jawab aksi dalam orasinya di halaman Kantor Bupati Toba, Balige, Jumat 21 Juli 2023.
Tuntutan lainnya yang disampaikan langsung serta melalui spanduk yang dibawa massa diantaranya, segala jenis logo KMDT, EMC yang di tempel di gapura milik Pemkab Toba melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar segera dibongkar.
“Tujuan aksi kami kesini sebenarnya mengamankan aset negara, kami sebagai masyarakat mendukung pemerintah kabupaten Toba. Yang kami kecewakan yang katanya itu adalah bangunan dari APBD Toba berarti aset negara bisa dipergunakan oleh oknum tertentu dan mencantumkan nama perorangan,” sebut Ketua Horja Lumban Manurung, Herbin Maju Manurung.
“Bangunan yang tadinya bertuliskan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba, dan untuk saat ini sudah 10 tahun itu kami laporkan namun sampai saat ini tidak bisa diganti, ada apa dengan Pemkab Toba, itu berubah nama jadi nama pribadi, itu yang sangat kami kecewa,” tambah Herbin Maju Manurung.
Tuntutan lainnya APH diminta untuk memeriksa anggaran proyek fisik dari APBD Kabupaten Toba di lokasi pantai pasifik. Selanjutnya tuntutan terkait pengelolaan pantai Pasifik.
“Kapan pun kami siap membuka kembali pengelolaan pantai Pasifik, persoalannya jangan ada yang katanya aset pemerintah sepertinya menjadi aset pribadi,” lanjut Herbin.
Tuntutan yang disampaikan silih berganti dari masa yang hadir akan upaya damai (Restoratif Justice) hingga saat ini belum terealisasi. Kelima orang yang sudah ditahan di Rutan Balige dinilai menderita akibat menuntut hak tanah ulayat Horja Lumban Manurung.
“Saya sangat kecewa atas tanggapan pak sekda yang mengatakan bahwa kasus kawan kami yang lima orang yang kami anggap sebagai pahlawan. Pak sekda mengatakan dilimpahkan ke pengadilan, padahal di kesepakatan disebutkan pencabutan laporan. Berarti pemkab Toba gagal dan dikangkangi oleh pihak penyewa yaitu St Oscar yang membatalkan kesepakatan secara sepihak,” tegas Leo Manurung.
Usai berorasi, Sekda Toba Augus Sitorus didampingi Asisten Pemerintahan Eston Sihotang dan beberapa pejabat lainnya menanggapi akan memfasilitasi antar pihak demi kebaikan bersama dan akan mencari solusi atas tuntutan yang disampaikan.
“Terkait orasi yang disampaikan kita sudah sepakat untuk memfasilitasi bagaimana horja Lumban Manurung bisa melakukan pengelolaan di pantai pasifik. Seyogianya pembentukan horja yang baru sudah bisa mengelola tapi ada pihak keluarga yang tidak bisa menerima sehingga sampai ke ranah hukum maka pemerintah tidak ada kewenangan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan.
“Atas tuntutan yang disebutkan tadi, restoratif justice tidak bisa dilakukan jika para pihak tidak berdamai. Para pihak punya syarat maka kita tidak bisa memfasilitasi. Jadi solusinya kita bisa melakukan musyawarah, tidak perlu demo. Bagaimana yang terbaik bisa kita cari solusi, kami tidak bisa memaksakan para pihak untuk bisa berdamai, para pihak lah yang harus melakukan perdamaian,” sebut Sekda Augus.
Sebelumnya, Horja Lumban Manurung tersebut juga telah mendatangi Kantor Kejari dan Polres Toba terkait penahanan yang dilakukan terhadap lima orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam permasalahan tersebut. (snc)
Laporan: Jaya Napitupulu