SimadaNews.com – Peningkatan literasi dan keberadaan perpustakaan di daerah memerlukan komitmen dari kepala daerah.
Menurutnya, dalam penetapan RPJMD tersebut, kepala daerah diuji apakah memiliki komitmen dalam pembangunan literasi di daerahnya.
“Dalam RPJMD tersebut, akan terlihat apakah kepala daerah menempatkan perpustakaan sebagai instrumen dalam konteks mewujudkan cita-cita UUD 1945 atau tidak,” kata Cahya.
Seharusnya dalam RPJMD tersebut, perpustakaan harus menjadi program unggulan kepala daerah tersebut. Hal itu juga terikat dengan DPRD yang juga dipilih oleh rakyat.
Dia menambahkan, negara sudah memprioritaskan pembangunan literasi itu di dalam UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Peraturan Pemerintah (PP) 48/2008 hingga putusan Mahkamah Konstitusi memang minimal menganggarkan 20 persen dari total belanja.
“Jadi tidak hanya dianggarkan di dinas pendidikan, karena bunyi PP 48/2008 adalah fungsi pendidikan. Jadi bukan penyelenggara pendidikan, kalau penyelenggaraan pendiidkan mungkin hanya dianggarkan di dinas pendidikan. Tetapi PP 48/2008 mengatakan adalah fungsi pendidikan, setidaknya 20 persen dari total belanja,” ucap Cahya.
Dia menegaskan, semakin besar alokasi belanjanya, maka semakin besar pula kemungkinan literasi dan perpustakaan mendapatkan anggaran di daerah.
Kemendagri sendiri melakukan pembinaan dan pengawasan, apakah sebanyak 270 kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk perpustakaan dan literasi.
“Kemendagri hanya mengawasi RPJMD di tingkat provinsi. Jadi 34 provinsi kami akan kawal. Ada sembilan provinsi yang kepala daerahnya baru dilantik. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, kami hanya memberikan surat edaran supaya mereka mencantumkan anggaran untuk literasi dan perpustakaan,” katanya.
Dia menambahkan, dalam upaya peningkatan literasi, kesadaran masyarakat juga diperlukan. (***)
SimadaNews.com – Peningkatan literasi dan keberadaan perpustakaan di daerah memerlukan komitmen dari kepala daerah.
Menurutnya, dalam penetapan RPJMD tersebut, kepala daerah diuji apakah memiliki komitmen dalam pembangunan literasi di daerahnya.
“Dalam RPJMD tersebut, akan terlihat apakah kepala daerah menempatkan perpustakaan sebagai instrumen dalam konteks mewujudkan cita-cita UUD 1945 atau tidak,” kata Cahya.
Seharusnya dalam RPJMD tersebut, perpustakaan harus menjadi program unggulan kepala daerah tersebut. Hal itu juga terikat dengan DPRD yang juga dipilih oleh rakyat.
Dia menambahkan, negara sudah memprioritaskan pembangunan literasi itu di dalam UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Peraturan Pemerintah (PP) 48/2008 hingga putusan Mahkamah Konstitusi memang minimal menganggarkan 20 persen dari total belanja.
“Jadi tidak hanya dianggarkan di dinas pendidikan, karena bunyi PP 48/2008 adalah fungsi pendidikan. Jadi bukan penyelenggara pendidikan, kalau penyelenggaraan pendiidkan mungkin hanya dianggarkan di dinas pendidikan. Tetapi PP 48/2008 mengatakan adalah fungsi pendidikan, setidaknya 20 persen dari total belanja,” ucap Cahya.
Dia menegaskan, semakin besar alokasi belanjanya, maka semakin besar pula kemungkinan literasi dan perpustakaan mendapatkan anggaran di daerah.
Kemendagri sendiri melakukan pembinaan dan pengawasan, apakah sebanyak 270 kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk perpustakaan dan literasi.
“Kemendagri hanya mengawasi RPJMD di tingkat provinsi. Jadi 34 provinsi kami akan kawal. Ada sembilan provinsi yang kepala daerahnya baru dilantik. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, kami hanya memberikan surat edaran supaya mereka mencantumkan anggaran untuk literasi dan perpustakaan,” katanya.
Dia menambahkan, dalam upaya peningkatan literasi, kesadaran masyarakat juga diperlukan. (***)
SimadaNews.com – Peningkatan literasi dan keberadaan perpustakaan di daerah memerlukan komitmen dari kepala daerah.
Menurutnya, dalam penetapan RPJMD tersebut, kepala daerah diuji apakah memiliki komitmen dalam pembangunan literasi di daerahnya.
“Dalam RPJMD tersebut, akan terlihat apakah kepala daerah menempatkan perpustakaan sebagai instrumen dalam konteks mewujudkan cita-cita UUD 1945 atau tidak,” kata Cahya.
Seharusnya dalam RPJMD tersebut, perpustakaan harus menjadi program unggulan kepala daerah tersebut. Hal itu juga terikat dengan DPRD yang juga dipilih oleh rakyat.
Dia menambahkan, negara sudah memprioritaskan pembangunan literasi itu di dalam UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Peraturan Pemerintah (PP) 48/2008 hingga putusan Mahkamah Konstitusi memang minimal menganggarkan 20 persen dari total belanja.
“Jadi tidak hanya dianggarkan di dinas pendidikan, karena bunyi PP 48/2008 adalah fungsi pendidikan. Jadi bukan penyelenggara pendidikan, kalau penyelenggaraan pendiidkan mungkin hanya dianggarkan di dinas pendidikan. Tetapi PP 48/2008 mengatakan adalah fungsi pendidikan, setidaknya 20 persen dari total belanja,” ucap Cahya.
Dia menegaskan, semakin besar alokasi belanjanya, maka semakin besar pula kemungkinan literasi dan perpustakaan mendapatkan anggaran di daerah.
Kemendagri sendiri melakukan pembinaan dan pengawasan, apakah sebanyak 270 kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk perpustakaan dan literasi.
“Kemendagri hanya mengawasi RPJMD di tingkat provinsi. Jadi 34 provinsi kami akan kawal. Ada sembilan provinsi yang kepala daerahnya baru dilantik. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, kami hanya memberikan surat edaran supaya mereka mencantumkan anggaran untuk literasi dan perpustakaan,” katanya.
Dia menambahkan, dalam upaya peningkatan literasi, kesadaran masyarakat juga diperlukan. (***)
SimadaNews.com – Peningkatan literasi dan keberadaan perpustakaan di daerah memerlukan komitmen dari kepala daerah.
Menurutnya, dalam penetapan RPJMD tersebut, kepala daerah diuji apakah memiliki komitmen dalam pembangunan literasi di daerahnya.
“Dalam RPJMD tersebut, akan terlihat apakah kepala daerah menempatkan perpustakaan sebagai instrumen dalam konteks mewujudkan cita-cita UUD 1945 atau tidak,” kata Cahya.
Seharusnya dalam RPJMD tersebut, perpustakaan harus menjadi program unggulan kepala daerah tersebut. Hal itu juga terikat dengan DPRD yang juga dipilih oleh rakyat.
Dia menambahkan, negara sudah memprioritaskan pembangunan literasi itu di dalam UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Peraturan Pemerintah (PP) 48/2008 hingga putusan Mahkamah Konstitusi memang minimal menganggarkan 20 persen dari total belanja.
“Jadi tidak hanya dianggarkan di dinas pendidikan, karena bunyi PP 48/2008 adalah fungsi pendidikan. Jadi bukan penyelenggara pendidikan, kalau penyelenggaraan pendiidkan mungkin hanya dianggarkan di dinas pendidikan. Tetapi PP 48/2008 mengatakan adalah fungsi pendidikan, setidaknya 20 persen dari total belanja,” ucap Cahya.
Dia menegaskan, semakin besar alokasi belanjanya, maka semakin besar pula kemungkinan literasi dan perpustakaan mendapatkan anggaran di daerah.
Kemendagri sendiri melakukan pembinaan dan pengawasan, apakah sebanyak 270 kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk perpustakaan dan literasi.
“Kemendagri hanya mengawasi RPJMD di tingkat provinsi. Jadi 34 provinsi kami akan kawal. Ada sembilan provinsi yang kepala daerahnya baru dilantik. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, kami hanya memberikan surat edaran supaya mereka mencantumkan anggaran untuk literasi dan perpustakaan,” katanya.
Dia menambahkan, dalam upaya peningkatan literasi, kesadaran masyarakat juga diperlukan. (***)