catatan | ingot simangunsong
PARTAI politik (Parpol) adalah bentukan dalam kelengkapan administrasi berbangsa dan bernegara.
Parpol merupakan wadah penyampaian aspirasi yang diakui negara, yang di dalamnya bernaung sejumlah negarawan dan memiliki kemampuan untuk sumbangsih pemikiran memajukan bangsa ke arah yang lebih baik, damai dan sejahtera.
Kehadiran parpol yang berubah-ubah jumlahnya dari era Orde Lama (Soekarno), era Orde Baru (Soeharto, 32 tahun), dan era Reformasi (BJ Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Soesilo Bambang Yoedhoyono dan Joko Widodo), sejatinya untuk bersandingan dengan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, menjadikan negara Republik Indonesia, yang berdaulat di mata dunia, dan memberikan damai sejahtera bagi rakyatnya.
Jokowi dalam tulisannya, menyampaikan pesan, bahwa “Dalam pembangunan bangsa, saat ini kita cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham liberalisme yang jelas tidak sesuai dan kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia.” (hal 6).
Jokowi pun mengingatkan, sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja dan berkesinambungan.
Parpol dengan semangat ke-Indonesia-annya, menjadi sangat penting untuk kembali ke dasar-dasar pembangunan negara, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan ke-Gotong Royong-an.
KADER BERKARAKTER
Politik ke-Indonesia-an, adalah politik membangun untuk kemaslahatan orang banyak, rakyat yang berdaulat. Politik ke-Indonesia-an, bukanlah politik bagaimana membenturkan isi kepala (pemikiran) dengan isi kepala lainnya, dalam konteks bertempur untuk merebut kekuasaan tertinggi.
Politik ke-Indonesia-an, adalah politik meraih kekuasaan untuk mencapai satu tujuan bersama, yakni mengisi kemerdekaan untuk membangun bukan untuk merusak tatanan kebangsaan dan kenegaraan yang dengan berdarah-darah diperjuangkan para pendahulu dan bapak bangsa.
Politik ke-Indonesia-an, tidak merestui lahirnya para politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi), yang di dalam benaknya bagaimana memperkaya diri sendiri, kelompok atau partainya dengan menggerogoti uang negara.
Para pemimpin parpol di negeri ini, patut secepatnya menyadari terhadap pergeseran pemikiran kader-kadernya dalam pemahaman tentang membangun bangsa yang berkarakter ke-Indonesia-an. Kemudian, secepat itu juga melakukan perubahan dengan gerakan “Revolusi Mental Politisi.”
Parpol sebagai salah satu persyaratan administrasi dalam berbangsa dan bernegara, jangan pula memposisikan menjadi lebih tinggi dari semangat membangun Indonesia lebih maju. Pemimpin parpol harus lebih memahami, betapa besar peranannya dalam mengantar arah pembangunan Indonesia ke depan, sebagai warisan bagi anak cucu (generasi bangsa).
Jadi, pemimpin parpol harus punya tekad untuk melakukan rekrutmen kadernya yang berkarakter ke-Indonesia-an, yang bermartabat, beradab, beradat-budaya, beretika dan memiliki semangat memanusiawikan manusia.
Kemudian, harus dengan tegas untuk menjaring para politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi) untuk dimasukkan ke dalam pusat rehabilitasi politik ke-Indonesia-an. Atau kalau sudah tidak dapat dibina, ya dibinasakan saja karir politiknya.
JANGAN JADI PENJAJAH
Kita berharap, parpol yang hadir dan lahir dengan suasana kedemokrasian, jangan bertumbuh dan berkembang menjadi penjajah bangsa sendiri.
Hadirnya para politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi) di panggung perpolitikan ke-Indonesia-an, dengan mengadopsi gerakan radikal dan barbarian, disadari atau tidak disadari, adalah bentuk penjajahan yang sedang dikembang-biakkan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Para pemimpin parpol, patut mendeteksi hal tersebut, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai pembangunan Indonesia yang berdaulat, bermartabat, beradab, beradat-budaya dalam mencapai tujuan damai dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
Semakin banyaknya kader parpol yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, merupakan indikasi adanya gerakan semakin mengendurnya semangat bela negara.
Kendurnya semangat bela negara tersebut, menjadi embrio lahirnya rasa tidak peduli terhadap orang di sekeliling yang membutuhkan kesejahteraan.
Kader parpol korup itu, salah satu bentuk penjajahan yang membuat sebagian rakyat Indonesia, menjadi terhambat atau terputus peningkatan kesejahteraannya.
Mari, para pemimpin parpol, untuk melihat kembali dan kemudian memahami dengan hati jernih, konsep Tri Sakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, yakni “Indonesia yang berdaulat secara politik”, “Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan “Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya.”
Para pemimpin parpol dan seluruh kader partai, dalam berdemokrasi dan membangun bangsa, harus menyatukan pandangan bahwa keberadaan parpol bukanlah alat bertempur untuk merebut kekuasaan dengan daya nalar IQ Jongkok.
Merebut kekuasaan memang tujuan, tetapi tidak pula harus dilakukan dengan cara radikal, cara barbar, cara busuk, cara jahat dan cara sakit jiwa (deprisi).
Tetaplah merebut kekuasaan, dengan semangat kemerdekaan untuk mencapai satu tujuan bersama, menjadikan Indonesia maju dan melaju untuk kedamaian dan kesejahteraan rakyatnya.
“Revolusi mental politisi”, sudah saatnya digerakkan, agar kita tidak lagi berhadapan dengan politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi). Agar radikalisasi dan barbarian, konglomerat hitam dan mafia proyek, tidak punya ruang apa pun di negeri ini.
“Revolusi mental politisi”, nafasnya harus kembali ke semangat Tri Sakti untuk bela negara menuju Indonesia maju dan melaju.
Ingat! MERDEKA itu, untuk membangun bukan untuk merusak bangsa.
*****
@Penulis wakil pemimpin redaksi simadanews.com, mentor Gerakan Daulat Desa (GDD) Sumatera Utara, Bidang Humas dan Sosial DPP Dulur Ganjar Pranowo (DGP)