SimadaNews.com–Dugaan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di lingkungan pendidikan.
Kali ini, peristiwa tersebut terjadi di dalam asrama YTBS Kabupaten Toba, pada 23 Juli 2025, di mana seorang siswa senior diduga melakukan penganiayaan terhadap juniornya.
Kasus ini menyita perhatian Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Toba dan praktisi hukum. Parlin Sianipar, perwakilan LPA Toba, menyatakan keprihatinannya atas kejadian yang semestinya tidak terjadi di bawah pengawasan ketat pihak yayasan.
“Kalau ada kejadian itu pasti ada yang salah. Salah prosedur kah? Salah pengawasan? Atau memang di luar kemampuan mereka untuk mengetahui? Tapi saya pikir di sana ada aparat. Apakah ini kelalaian penanggung jawab atau seperti apa?” ujar Parlin.
Parlin menegaskan bahwa meskipun pelaku dan korban masih tergolong anak di bawah umur, proses hukum tetap harus berjalan sesuai sistem peradilan pidana anak.
LPA, katanya, akan memastikan agar korban mendapat perlindungan yang adil dan proses hukum terhadap pelaku berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Apapun itu, sekalipun pelakunya di bawah umur, pasti ada undang-undang yang mengaturnya. Kita akan kawal agar proses hukum berjalan adil,” tegasnya.
Praktisi Hukum: Yayasan Bisa Dipidana
Menanggapi laporan yang masuk ke Polres Toba pada 25 Juli 2025, praktisi hukum Sahala Arfan Saragi menyebut penyidik harus menggali peran pihak yayasan dalam peristiwa ini.
“Penyidik harus memanggil pihak yayasan untuk mengetahui sejauh mana peran mereka dalam melindungi anak didik. Jika terbukti terjadi pembiaran, maka penanggung jawab yayasan bisa dijerat secara pidana,” jelas Sahala, Selasa (6/8/2025).
Sahala menekankan pentingnya visum korban sebagai alat bukti. Bila visum menunjukkan adanya kekerasan fisik, penyidik unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) harus segera menetapkan pelaku sebagai tersangka.
“Restorative justice bisa dilakukan, tetapi pelaku harus ditahan terlebih dahulu. Proses hukum harus ditegakkan,” tambahnya.
Dinas Pendidikan: Informasi Terlambat Disampaikan
Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdisdik) Wilayah VIII Sumatera Utara, Jhon Suhartono Purba, dan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Balige, Ani S. Nadapdap, mengaku baru mengetahui kasus ini pada 5 Agustus 2025.
“Saya baru mendapat informasi tadi pagi dari seseorang, lalu langsung meminta kepala seksi SMA dan kepala sekolah untuk mengklarifikasi ke pihak asrama,” kata Jhon saat dikonfirmasi via seluler, Selasa sore.
Ani S. Nadapdap juga membenarkan bahwa pihak sekolah belum menerima pemberitahuan resmi dari pihak asrama mengenai kejadian tersebut.
“Kejadian memang tidak terjadi di sekolah, tapi karena yang terlibat adalah siswa kami, maka kami minta kronologi secara resmi agar informasi yang kami pegang akurat,” ujarnya.
Saat ini, pihak sekolah dan Cabang Dinas Pendidikan masih menunggu hasil klarifikasi dari Yayasan Tunas Bangsa Soposurung terkait kronologi dan langkah-langkah penanganan kasus tersebut. (SNC)
Laporan: Jaya Napitupulu