SimadaNews.com-Massa Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat (AMMA) berunjukrasa di depan Mapolres Simalungun Pematangraya, Kamis 7 November 2019.
Pantauan reporter SimadaNews.com, massa AMMA yang merupakan gabungan dari AMAN Tano Batak, Masyarakat Adat Sihaporas (LAMTORAS), Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, PMKRI, GMKI, GMNI, SALING, BAKUMSU, SAPMA PP, GAMPAR dan WALHI SUMUT, melakuka unjukrasai sejak pagi.
Koordinator Aksi AMMA Alboin Samosir saat menyampaikan orasi, mengatakan, Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan sudah lebih dulu ada jauh sebelum NKRI terbentuk, sudah tinggal dan mengelola wilayah adatnya.
Masyarakat adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan mengelola wilayah adat titipan leluhur dengan nilai-nilai kearfian lokal yang mereka pegang teguh sampai hari ini. Namun sejak adanya klaim sepihak Hutan Negara di atas wilayah adatnya, masyarakat adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan tidak bisa lagi mengakses hak atas tanah dan wilayah adatnya.
Dia menuturkan, Masyarakat Adat yang tengah berjuang untuk menjaga keutuhan wilayah adat untuk generasi yang akan datang juga kerap mendapat perlakuan diskriminasi dan bahkan kriminalisasi dengan tuduhan menduduki hutan negara, merusak tanaman milik perusahaan.
“Seperti 24 September lalu, dua orang masyarakat adat Sihaporas ditahan oleh Polres Simalungun tanpa prosedur yang benar. Pasca bentrok antara masyarakat adat Sihaporas dengan karyawan PT. TPL,” katanya.
Orator lainya, meminta supaya Polres Simalungun membebaskan Thomson Ambarita dan Jhony Ambarita. Sebab, penangkapan terhadap keduanya tidak sesuai prosedur, dan merupakan tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
“Bebaskan suami saya Pak Polisi. Kenapa cuma suami saya yang ditangkap. Dan ditangkap saat sedang makan. Padahal faktanya suami saya yang kena pukul,” kata seorang perempuan peserta aksi yang mengaku suaminya ditangak pihak kepolisian.
“Suami saya kena pukul. Tapi suami saya yang ditangkap. Apa karena kami miskin? Tolong kepaskan suamiku, demi keadilan,” tambah perempuan itu lagi.

Sementara, dalam pernyataan sikap AMMA mereka meminta supaya, pihak Polres Simalungun untuk segera membebaskan dua pejuang masyarakat adat Sihaporas saudara Jhony Ambarita dan Thomson Ambarita.
Aparat Hukum di Kabupaten Simalungun untuk menghentikan kriminalisasi terhadap masyararakat adat Dolok Parmonangan (Sorbatua Siallagan dan Sudung Siallagan) yang memperjuangakan hak dan kedaulatan atas tanah adatnya.
Meminta Pemerintah Kabupaten Simalungun, segera menerbitkan Perda atau SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakata adat serta wilayah adat di Simalungun.
Meminta Kementrian LHK untuk Segera cabut izin konsesi PT. Toba Pulp Lestari dari wilayah adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan.
Mendesak Polres Simalungun untuk bertindak objektif dan proposional. Dan mendesak Polres Simalungun untu segera merespon laporan masyarakat Sihaporas atas tindak kekerasaan terhadap korban dari masyarakat Sihaporas yaitu, Mario Ambarita dan Thompson Ambarita yang dilakukan oleh Humas PT. Toba Pulp Lestari sektor Aek Nauli, Bahara Sibuea.

Setelah massa berorasi, salah seorang perwira di Polres Simalungun R Siahaan, mengatakan pihaknya dalam melaksanakan tugas sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang ada, dan pihaknya akan mempelajari tuntutan yang disampaikan, serta pihak kepolisian masi terus melakukan penyelidikan atas peristiwa yang sedang ditangani.
Usai melakukan unjukrasa di Polres Simalungun, massa AMMA melanjutkan aksi ke kantor DPRD Simalungun. Tiba di lingkungan perkantoran, anggota DPRD Simalungun Binton Tindaon, langsung menerima massa dan mempersilahkan seluruh massa masuk ke ruangan Banggar untuk membicarakan persoalan yang dialami masyarakat.
Setelah massa masuk ke ruangan Banggar DPRD, satu per satu perwakilan massa memaparkan keluhan yang dialami yakni meminta penangguhan kepada dua orang masyarakat Sihaporas yang saat ini masih dalam tahanan polres akibat pasca bentrok dengan pihak TPL.
Selain itu, mereka memita supaya tanah masyarakat dikembalikan kepada masyarakat karena sudah lama dikuasi PT TPL.
Binton Tindaon menyikapi permasalahan itu, mengaku dan berjanji selesai dilakukan pelantikan keanggotaan komisi DPRD, semua permasalahan yang disampaika massa akan dibahas di komisi yang menangani masalah pertanahan.
“Hal ini seharusnya ditangani oleh komisi satu, yaitu yang menangani bidang pertanahan. Tetapi saat ini keanggotaan komisi belum dilantik. Dan saat ini hanya saya yang ada di sini karena ada kegiatan,” kata Binton.
“Tetapi, walaupun keanggotaan komisi belum dilantik, saya berjanji akan sampaikan hal ini kepada ketua agar secepatnya dilakukan pembahasan,” tamba Binton.
Terkait permohonan masyarakat, agar DPRD melakukan jaminan sebagai penangguhan pada kedua masyarakat yang masih dalam tahanan kepolisian, Binton mengatakan segenap masalah hukum akan menyerahkanya kepada pihak kepolisian, namun akan membicarakanya nanti kepada sesama anggota DPRD agar melakukan pertemuan dengan pihak kepolisian.
Usai mendapat penjelasan dari Binton Tindaon, masyarakat pun membubarkan diri dari DPRD Simalungun kemudian melanjutkan aksi ke kantor Bupati Simalungun.(snc)
Laporan:Soemardi Sinaga/Robin Silaban
Editor: Hermanto Sipayung