SimadaNews.com-Operasional lokasi penampungan limbah atau Waste Water Treatment Plan (WWTP) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, diduga kurang maksimal beroperasi, sehingga limbah yang dibuang ke Sungai Bah Tongguran, Kecamatan Bosar Maligas, dinilai masih berbahaya terhadap lingkungan.
Informasi diperoleh reporter SimadaNews.com, bahwa PT. Kawasan Industri Nusantara (KINRA) yang merupakan anak perusahaan PTPN III (Holding), dipercaya sebagai pengelola KEK Sei Mangkei seluas 2.002,77 hektar di Kecamatan Bosar Maligas.
PT KINRA dalam hal ini, menyiapkan pengolahan limbah yang disebut dengan Waste Water Treatment Plan (WWTP). Di mana WWTP, merupakan tempat dikumpulkannya seluruh limbah perusahaan yang sudah beroperasi di kawasan itu, seperti PT. Unilever Oleochemical Indonesia (UOI), PT. Industri Nabati Lestari (INL) dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN II.
Namun, diduga operasi WWTP tidak maksimal, sebab limbah masih dialirkan melalui parit ke sungai kecil dan selanjutnya diteruskan ke sungai Bah Tongguran.
Panelurusan reporter, lokasi WWTP dan bantaran sungai Bah Tongguran, sejak Rabu 22 Januari 2020, limbah yang dialirkan ke sungai masih tampak pekat berwarna kemerahan dan berbuih. Jelas terlihat perbedaan warna limbah dan air sungai sangat kontras.
Melihat kondisi limbah yang diduga masih berbahaya, diduga limbah yang dialirkan melampaui ambang batas baku mutu limbah, sebagaimana yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri.
Diduga, pengelolaan limbah WWTP tidak maksimal berfungsi. Seperti halnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit (PLTBS) 2×35 MW yang mangkrak, hingga kini sebagai salah satu proyek PTPN III tahap pertama yang menelan anggaran Rp54 miliar.
Terpisah, Kabag Operasional PT KINRA Widoyoko dan Penanggungjawab WWTP Asrul Matondang, Kamis 23 Januari 2020, ketika dikonfirmasi di salah satu ruangan PT KINRA, mengaku bahwa baku mutu limbah di kawasan itu diuji secara berkala setiap bulan di PT. Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) Medan, yang juga merupakan perusahaan BUMN.
“Kita melakukan uji lab secara berkala di Sucofindo. Warna tidak menjadi patokan terhadap kadar limbah. Terkait warna ,hanya berlaku pada limbah perusahaan tekstil,” kata Widoyoko dan Matondang, sembari memperlihatkan hasil uji lab terakhirpada Desember 2019.
Asrul Matondang menambahkan, beberapa hari lalu, pihak Dinas Lingkungan Hidup juga datang ke WWTP tanpa memperinci tujuan kedatangannya.
“Kemarin, ada Pak Gultom katanya dari Dinas Lingkungan Hidup, datang. Tapi nggak disebutkan tujuannya,” aku Asrul.
Beberapa kalangan menilai, agar lembaga independen yang bergerak di bidang lingkungan hidup mengambil sample untuk uji di laboratotium swasta yang dipercaya dan mencocokkan hasil dengan hasil uji lab PT. KINRA, supaya tidak terjadi kesimpang siuran terkait pengelolaan limbah di kawasan itu. (snc)
Laporan: Jaya Damanik
Editor: Hermanto Sipayung