SimadaNews.com-Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Siantar, dinilai tidak memiliki kemampuan menerapkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasalnya, dalam menyikapi adanya dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan Usaha Ternak di daerah Pintu Bosi Jalan Patimura Ujung, Kelurahan Mekar Nauli Kecamatan Siantar Marihat, DLH Kota Siantar hanya memapu menegur, tapi usaha itu tetap berjalan dan diduga masih membuang limbah ke Sungai Bah Bolon.
Kepala DLH Kota Siantar Dedy T Setiawan, saat dikonfirmasi reporter SimadaNews.com, Selasa 8 Oktober 2019, hanya mengaku pihaknya sudah menegur pengelola peternakan itu.
“Sudah kami tegur, kita tunggu dan nanti kita suruh anggota cek lagi limbahnya,” kata Dedy singkat, tanpa merinci teguran bentuk apa yang disampaikan kepada pengelola peternakan.
Padahal pada 26 September 2019 lalu, reporter SimadaNews.com bersama tiga pegawai DLH dan Lurah Mekar Nauli Heri Ginting, melihat langsung lokasi peternakan.
Di lokasi peternakan, terlihat ada tempat berbentuk kotak-kotak bekas pembuangan limbah yang sudah tidak terpakai. Bahkan, dari salah seorang pekerja diketahui informasi, limbah ada yang dibuang ke kolam milik peternakan ada juga ke kolam ikan warga. Selain itu, ditemukan juga saluran dari kolam yang tersambung ke aliran Sungai Bah Bolon.
Sementara, sesuai penjelasan pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disebut dengan pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat.
Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.
Ancaman pidana bagi perusahaan pelaku pencemaran lingkungan, sesuai pasal 60 junto pasal 104 Undang-undang No.32 Tahun 2009, disebutkan setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Pembuangan adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan, jika pencemaran lingkungan terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat tiga tahun dan paling lama sembilan tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp9 miliar. (snc)
Laporan: Sabarudin Purba
Editor: Hermanto Sipayung