SimadaNews.com-Sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Wilayah Papua dan Papua Barat, mengamanatkan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Kementerian terkait melakukan pengembangan ekonomi lokal.
Pengembangan antara lain melalui kegiatan peningkatan kedaulatan pangan lokal, pengembangan lumbung pangan nasional Merauke.
Selain itu, pengembangan industri komoditas ekonomi lokal antara lain sagu, ubi jalar, kopi, coklat, pala, buah merah, vanili dan merica, serta industri peternakan dari hulu ke hilir untuk meningkatkan pendapatan Orang Asli Papua dan fasilitasi serta penyediaan tenaga penyuluh.
Kementan telah mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengembangan padi, padi organik, jagung, kedelai, aneka kacang dan ibu, bawang merah, bawang putih, cabai, jeruk, tanaman perkebunan baik semusim (tebu dan nilam), maulun tanaman perkebunan tahunan (sagu, kelapa sawit, kelapa, karet, kopi dan kakao), serta Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
“Dukungan pengembangan tanaman pangan dilakukan dalam bentuk budidaya komoditas, UPPO, PHT, sertifikasi, distribusi RMU serta peralatan pasca panen dan pengolahan lainnya, “ kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri di Jakarta, Selasa (20/11).
Di Papua, disebutkan Kuntoro, kegiatan ini telah berhasil mengembangkan 28.305 hektare pertanaman dan mendistribusikan saprodi sejumlah 2.696 unit selama periode 2015-2018.
Produksi padi dan kedelai meningkat masing-masing 54.376 ton dan 5.998 ton atau naik sebesar 23 persen dan 93 persen.
Sementara itu di Papua Barat, lanjutnya, seluas 14.537 hektare pertanaman tanaman pangan telah dapat dikembangkan dan sejumlah 12.636 sarpras telah didistribusikan pada periode 2015-2018.
Peningkatan produksi padi sejumlah 2.517 ton atau 8,33 persen dan jagung sejumlah 1.954 ton atau 86,31 persen dapat dicapai pada periode tersebut.
“Untuk kegiatan pengembangan komoditas hortikultura dilaksanakan di Kabupaten Biak Numfor, Merauke, Kerrom, Lanny Jaya, Nabire, Tambraw dan Sorong. Dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, Kementan telah berhasil mengintensifkan dan menambah luasan dari 235 hektare menjadi 1.048 hektare atau naik menjadi 1.283 hektare,” sebutnya.
Kuntoro menambahkan, pengembangan komoditas perkebunan pada periode tahun 2014–2018 dilaksanakan dengan rata-rata alokasi anggaran sebesar Rp9,25 miliar dan rata-rata fisik volume seluas 1.420 hektare.
Kinerja serapan pembangunan perkebunan di provinsi Papua mencapai rata-rata 83,75 persen per tahun.
“Sedangkan kinerja capaian fisik mencapai 78,76 persen. Kinerja ini di tahun 2018 posisi Triwulan III,” ucapnya.
Lebih lanjut Kuntoro mengatakan kegiatan KRPL diharapkan dapat mendorong kegiatan percepatan penganekaragaman dan konsumsi pangan serta memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan melalui pembangunan kebun bibit, demplot, dan kebun sekolah.
“Kegiatan KRPL pun mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (red.local wisdom) dengan pembiayaan per kelompok sebesar Rp50 juta,” tuturnya.
Perlu diketahui, di 2018 Kementan telah mengalokasikan anggaran kegiatan KRPL sebanyak Rp115 miliar untuk 2.300 kelompok yang tersebar di 33 provinsi. Untuk Papua dan Papua Barat total alokasi angaran kegiatan ini sebesar Rp 8,65 miliar. Alokasi untuk Papua sebesar Rp 5,2 miliar ke 16 kabupaten, 104 kelompok.
“Sedangkan Papua Barat sebesar Rp 3,45 miliar untuk 12 kabupaten, 69 kelompok,” ungkap Kuntoro.