SimadaNews.com– Jajaran Karantina Pertanian diminta untuk memperkuat sistem dan layanan perkarantinaan agar produk pertanian dapat terjamin kesehatan dan keamanannya.
“Komoditas pertanian yang sehat dan aman adalah modal besar kita,” kata Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman saat memberikan arahan kepada seluruh pejabat Karantina Pertanian dari seluruh Indonesia di Jakarta, Jumat (30/11).
Mentan mengungkapkan dengan memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor menjadikan produk pertanian dapat menembus pasar global. Saat ini Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian selama kurun waktu 4 tahun terakhir telah melakukan perundingan Sanitary and Phytosanitary (SPS) serta protokol karantina dengan 18 negara. Dan Kementan lakukan pendampingan kepada petani guna pemenuhan persyaratan protokol karantinanya.
“Yang menarik adalah ekspor 10 komoditas pertanian strategis nilainya sudah mencapai 1.062 Triliun yaitu separuh dari nilai APBN kita, “ tegas Amran
Komoditas lain, dengan kesisteman perkarantinaan antar negara yang telah dibangun dengan baik adalah Sarang Burung Walet (SBW). Komoditas ini terus didorong untuk memenuhi persyaratan protokol karantina.
Tren peningkatan nilai dagangnya juga terus naik di kurun waktu 4 tahun terakhir. Tercatat volume ekspor masing-masing 700.66 ton di tahun 2015, 773,22 ton pada tahun 2016, 1.158,15 ton di tahun 2017 dan sampai dengan Oktober 2018 telah mencapai volume 1.136,09 ton. Dan total nilai dagang rupiah senilai RP107,2 triliun.
Selain terus membuka akses pasar di pasar global untuk produk konvensional ekspor, komoditas pertanian yang unik juga telah mulai masuki pasar ekspor. Selain kualitas, adanya persyaratan SPS yang dipenuhi membuat komoditas seperti daun ketapang, daun lontar, dan sapu lidi dapat diterima pasar internasional.
Saat ini Barantan telah lakukan 4 perjanjian SPS untuk mengakselerasi ekspor, yakni (1) Indonesia-Australia Comphrehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) untuk komoditas Coklat, Manggis, Salak, Kopi dengan total nilai ekspor US$ 667,8 (2018).
Kemudian, Indonesia – Chile CEPA untuk komoditas CPO dan Jagung dengan total nikai US$ 143,8 juta (2018), Asian Hongkong-Cina FTA dengan produk Tepung Kelapa, SBW, Kopi, Madu, Coklat, Teh, Kopi, Madu, Coklat, Teh dan Reptil dengan nilai ekspor mencapai US$ 3 Miliar (2018) dan Indonesia – EFTA CEPA dengan komoditas Rempah, Kakao, Kopi, Teh, Produk Kayu dan Ikan dengan total nilai ekspor US$ 1,2 miliar (2018).
“Kemudahan izin dan percepatan layanan bagi eksportir yang akan melakukan ekspor produk pertanian menjadi fokus kami, terlebih ditengah kondisi pasar global yang tidak menentu saat ini,” tegas Amran.
“Terobosan kebijakan dan inovasi berbasis teknologi informasi menjadi kunci utama. Presiden sudah menginstruksikan, bila perlu di antar ke rumahnya,” tambahnya lagi.
Selain mendorong kebijakan pada proses bisnis, Kementan juga lakukan penguatan pengawasan. Hal ini mengingat wilayah NKRI yang berbentuk kepulauan dengan banyak pintu pemasukan dan pengeluaran dengan ancaman potensi masuknya hama penyakit dan tumbuhan.
Bekerjasama dengan instansi keamanan, Kepolisan dan TNI, 4 zona rawan yakni, pesisir Sumatera, Kalimatan dan Sulawesi dan sekitar, Nusa Tenggara dan sekitar serta perbatasan Papua dan sekitar.
Pencegahan pada komoditas strategis yang dapat merugikan negara telah berhasil dilakukan dengan kerjasama ini. Dari data hasil operasi bersama yang besar selama kurun waktu 4 tahun terakhir antara lain bawang, daging, beras, vanili, benih jarak dan pakan ternak.
Reformasi birokrasi untuk menjamin integritas petugas dalam melayani serta pemanfaat teknologi informasi pada semua lini layanan perkarantinaan menjadi penting, terlebih guna mengantarkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia di Tahun 2045.
“Sejalan dengan misi Kementan untuk menjadi lumbung pangan dunia, maka layanan perkarantinaan berkelas dunia jadi satu keharusan,” pungkas Amran.