SimadaNews.com-“Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Namun kita dapat melakukan hal kecil dengan cinta yang besar,”
Itulah quate (pernyataan) Bunda Theresa, seorang biarawati yang sangat humanis dari India. Dan pernyaatan itu mengilhami Esra Silitonga untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya anak-anak yang berada di Asmat, Papua.
“Saya ingin memberikan cinta saya yang besar dengan hal-hal kecil. Saya tidak punya uang. Dan jujur saja, saya bahkan tidak digaji untuk melakukan ini, tetapi selalu dicukupkan. Saya hanya memberikan pelayanan dengan hal-hal kecil,” kata perempuan bernama lengkap Esra Zuita Silitonga.
Perempuan kelahiran Sibolga, 31 Januari 1994, sudah lama bercita-cita menjadi pelayan kemanusiaan, terutama orang-orang terluar. Karena itu, selepas wisuda dari salah satu Sekolah Tinggi Theologia di Jawa, Esra langsung memutuskan untuk pergi ke Asmat, Papua.
“Sudah saatnya perempuan juga harus bergerak, apalagi kalau masih muda,” tuturnya bersemangat.
Kini, Esra sedang merintis perpustakaan di Asmat, Papua. Namanya Sola Gracia. Dia dibantu seorang dokter asal Manado, Sterren Samberi. Mengapa Sola Gracia? Karena semua berjalan semata hanya karena anugerah Tuhan.
”Kita ini semua anugerah. Saya anugerah Tuhan. Karena itu, saya dan kita harus berkarya dan memberkati, meski dengan hal kecil seperti ini,” terangnya.
Bagi Esra, melayani itu sejatinya kewajiban setiap orang.
“Sebenarnya, sederhana saja Bang agar kita melayani dan berkarya tulus hati. Cukup pandang mereka seperti bagaimana kita bercermin dan memandang diri kita sendiri. Jika itu berhasil, maka itu bukan untuk Anda sendiri, tetapi untuk mereka,” sahutnya.
“Kebahagiaan itu adalah ketika kita mampu melihat dan membuat mereka berhasil,” tambahnya lagi.
Menurut Esra, Asmat salah satu kota yang tertinggal. Banyak anak yang belum mengecap pendidikan. Banyak juga anak yang tidak peduli pada pendidikannya.
Karena itu, bagi Esra, sebagai sesama manusia, kita harus hadir dan menghadirkan pendidikan kepada mereka.
Dia mengaku, kini di Asmat sudah banyak sekolah. Tapi banyak yang tidak mau sekolah. Karena biaya, juga karena hal-hal lain. Ironisnnya, masih banyak kelas 6 SD yang tidak tahu membaca di Asmat. Ditanya kendala, Esra mengaku banyak kendala.
Esra kini harus jauh dari keluarganya di Sibolga.
“Kadang kita rindu pulang kampung, apalagi orangtua sudah mulai tua. Tetapi, pulang kampung butuh waktu, juga dana yang tak sedikit” katanya sembaru menyebutkan, keluarganya sangat mendukung misinya.