SimadaNews.com-Menyikapi beberapa kejadian bencana alam yaitu tanah longsor dan banjir di Sibaganding, Parapat maupun di beberapa titik lain di kawasan Danau Toba, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyampaikan, kejadian itu merupakan akselerasi dari perbuatan pengerusakan lingkungan yang terajadi selama ini.
Maruap Siahaan, Ketua Umum YPDT menjelaskan bahwa Bencana Alam di KDT berupa banjir maupun longsor, termasuk juga penyakit endemik, kecelakaan transportasi darat dan danau beberapa waktu lalu adalah sintesa dari perilaku stakeholder terutama pelaku usaha yang merusak Lingkungan Hidup dan Pemda maupun Pemerintah yang tidak menjalankan tugasnya sebagai pembuat regulasi dan sebagai pengawas.
Kedua pemangku kepentingan tersebut berjalan di luar kewenangan. Untuk itu, Perusahaan Toba Pulp Lestari maupun mitranya yang membabat hutan harus dihentikan dan dievaluasi ulang.
“Pemerintah harus menghentikannya dan melakukan audit Menyeluruh dengan membuat tim Independen yang kredible. Semua perusak Lingkungan Hidup di KDT harus dihentikan untuk menghindari bencana yang lebih besar, mengingat relief yang curam dan struktur tanah berpasir dan berbatu di KDT karena sisa semburan letusan Gunung Toba. Penebangan hutan di KDT sangat tidak masuk akal, sebab hutan-hutan tersebut merupakan area tangkapan air,” terang Maruap Siahaan.
Maruap meminta, perlu upaya penanganan secara konprehensif dan bukan parsial, termasuk segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) untuk Penyelamatan Lingkungan Hidup maupun Perda Penanggulangan Bencana di tingkat provinsi maupun kabupaten di kawasan Danau Toba. Tentu disertai aksi-aksi kongkrit lainnya.
Hal senada diungkapkan Andaru Satnyoto, Sekretaris Umum YPDT. Dia menyampaikan bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah perlu segera melakukan pengecekan akar penyebab peristiwa kejadian longsor di Sibaganding maupun beberapa titik lain di KDT, dan tidak hanya terpaku mengatasi material lumpur dan kayu yang menumpuk di jalan sehingga menghambat arus lalu lintas.
Hal ini perlu dilakukan agar lebih objektif dan disertai dengan kesadaran untuk membenahi akar permasalahan yang ada secara menyeluruh dan konprehensif. Beberapa kasus longsor di Indonesia terjadi disebabkan oleh tanah labil, batuan tua/lapuk, tidak ada vegetasi tanaman penahan, dan kemiringan curam. Oleh karenanya perlu langkah-langkah antisipatif dan dikelola secara sistemik.
Misal daerah yang rawan longsor diberi turap/dinding penahan, dibuat saluran-saluran air di wilayah miring dan lain sebagainya. Namun yang lebih penting dari itu adalah soal vegetasi tanaman.
Jerry RH Sirait, Tokoh Pendidikan yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat dan juga Pengawas YPDT mengingatkan, bahwa selama belum ada penanganan yang komprehensif terhadap alam dan lingkungannya maka kejadian serupa akan terjadi. Mungkin lebih gawat dari yang terjadi sekarang.
Untuk itu, dia mengimbau kepada Pemda dan masyarakat KDT agar segera melakukan pertobatan ekologis untuk senantiasa menjaga dan memelihara ekosistem, alam dan lingkungan hidup. Hentikanlah “pemerkosaan alam dan lingkungan hidup” yang sudah terjadi puluhan tahun lamanya.
“Apa yang sedang dilakukan HKBP maupun gereja-gereja di KDT untuk mengembangkan dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan hidup, kiranya perlu didukung dan menjadi perhatian bagi seluruh pemangku kepentingan di kawasan Danau Toba,” ujarnya. (rel/ana/snc)