SimadaNews.com — Masyarakat dari tiga nagori di Kabupaten Simalungun, yakni Nagori Mariah Hombang, Nagori Pokan Baru (Kecamatan Hutabayu Raja), dan Nagori Bosar Galugur (Kecamatan Tanah Jawa), melakukan aksi berjaga-jaga di atas lahan seluas 1.312 hektare.
Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap rencana konstatering (pencocokan objek sengketa) dan sita eksekusi yang diajukan PT. Kuala Gunung melalui Pengadilan Negeri Simalungun.
Rencana pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi dijadwalkan berlangsung Rabu 11 Juni 2025, berdasarkan surat resmi Pengadilan Negeri Simalungun yang menindaklanjuti permohonan dari PT. Kuala Gunung.
Tindakan hukum itu merujuk pada putusan berjenjang: Pengadilan Negeri Simalungun No. 26/Pdt.G/2017/PN.Sim, Pengadilan Tinggi Medan No. 303/PDT/2018/PT.MDN, dan Mahkamah Agung RI No. 2385 K/Pdt/2019.
Namun, masyarakat menyampaikan keberatan atas dasar pelaksanaan putusan tersebut. Mereka menilai terdapat kekeliruan substansial dalam proses hukum perkara.
Salah satu kejanggalan utama, menurut warga, adalah fakta bahwa dari ribuan pemilik lahan yang terdampak, hanya 14 orang yang dijadikan tergugat dalam proses peradilan, padahal lahan objek sengketa diketahui dimiliki oleh ratusan kepala keluarga.
Masyarakat juga menyoroti lemahnya dasar hukum yang dijadikan pertimbangan, yakni Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 593.41/2757/K Tahun 1989 tentang Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit untuk PT. Kuala Gunung.
Izin tersebut dinyatakan sudah tidak berlaku sejak tahun 1989, dan upaya perpanjangan yang diajukan pada 1991 tidak disetujui oleh Gubernur. Dengan demikian, masyarakat menilai PT. Kuala Gunung tidak memiliki dasar legal atas lahan dimaksud.
Lebih lanjut, surat resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Simalungun tertanggal 26 Januari 2010 secara tegas menyatakan tidak pernah menerbitkan peta maupun Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT. Kuala Gunung.
Hal ini diperkuat oleh data peta wilayah Nagori Pokan Baru, yang tidak menunjukkan adanya areal HGU milik PT. Kuala Gunung sebagaimana diklaim perusahaan tersebut.
Atas berbagai kejanggalan tersebut, masyarakat menduga kuat adanya praktik mafia tanah dan mafia hukum dalam proses perkara ini.
Sejumlah warga telah mengajukan perlawanan hukum melalui Perkara No. 18/Pdt.Bth/2025/PN.Sim, yang saat ini sedang dalam proses di Pengadilan Negeri Simalungun.
Sampai berita ini diturunkan, masyarakat dari ketiga nagori tersebut masih bertahan di lokasi dengan dukungan solidaritas dari warga sekitar, untuk menolak pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi.
Mereka juga mendesak Pengadilan Negeri Simalungun untuk meninjau kembali putusan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan.
Masyarakat turut meminta perlindungan hukum dari pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, terhadap potensi intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi yang dituding dilakukan oleh pihak PT. Kuala Gunung terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanah mereka. (SNC)
Laporan: Pirhot Nababan