advertising
Simada News
  • Redaksi
  • Terms
  • Policy
  • Pedoman
Senin, 27 Maret 2023
  • News
  • Ekbis
  • Jagad Raya
  • Komunitas
  • Sudut Pandang
  • Simadagros
  • Asahan
  • Simada TV
No Result
View All Result
Simada News
No Result
View All Result
Simada News
FOLLOW
  • News
  • Ekbis
  • Jagad Raya
  • Kesehatan
  • Komunitas
  • Labuhan Batu Raya
  • Pesona
  • Sudut Pandang
  • Tokoh
  • SimadaTV
Home Sudut Pandang

Mendiskusikan Skenario Makro Ekonomi Indonesia

Simadanews.com by Simadanews.com
05/04/2020
in Sudut Pandang
Andi Rahmat

Andi Rahmat

Share on FacebookShare on Twitter

Ada yang unik dan terbilang langka dari paparan lengkap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19, yang disampaikan Kementerian Keuangan dalam konferensi persnya per tanggal 1 April 2020.

Garis besar kebijakan itu sendiri sebelumnya sudah  disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Yang unik dan langka itu adalah keterbukaan pemerintah dalam memaparkan resiko makro ekonomi yang mungkin akan kita alami. Dalam model persandingan skenario, pemerintah memaparkan 3 skenario berbeda.

Yaitu, “Skenario Normal” yang sama dengan asumsi yang dianut di dalam APBN 2020, “Skenario Berat” dan “Skenario Sangat Berat.”

Saya ingin mengapresiasi keterbukaan ini. Setidaknya keterbukaan itu membantu kita membaca alam pikiran pemerintah dalam menghadapi krisis ini. Sekaligus juga membuka jendela prediktif bagi pelaku ekonomi dan para ekonom dalam melihat arah perkembangan ekonomi Indonesia.

Skenario Normal tentu sudah tidak relevan lagi. Sisa Skenario Berat dan Sangat Berat. Pada dua skenario ini, kunci yang membedakan secara signifikan itu adalah ekonomi rumah tangga (household economy) dan ekonomi pemerintah.

Dalam istilah komponen pembentuk PDB, kedua skenario itu bertumpu pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah.

Tapi signifikansinya lebih berat ke arah konsumsi pemerintah. Murni Keynesian. Yang bermakna, inti dari pergeseran skenario ekonomi itu adalah pada kapasitas dan kapabilitas intervensi pemerintah.

Dalam Skenario Normal, pemerintah fungsinya sebagai pendorong, alias Tut Wuri Handayani. Dalam skenario Berat dan Sangat Berat, pemerintah adalah lokomotif utama, alias Ing Ngarso Sung Tulodo.

Lantas di mana fungsi sektor swasta? Skenario ini menunjukkan ketidakberdayaan sektor swasta dalam menghadapi situasi krisis ini. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengindikasikan dinamika sektor swasta dalam dua skenario tersebut mengalami pemerosotan tajam.

Dari 6,0 persen dalam situasi Normal, merosot jatuh hingga 1,12 persen dalam situasi Berat dan -4,22 persen dalam situasi Sangat Berat.

Centang perenang. Terpapar signifikan sebagai korban utama dalam krisis ini, secara ekonomi.

Demikian juga dengan ekonomi rumah tangga. Dalam dua skenario tersebut, kurvanya memang tidak securam PMTB, tetapi penurunannya pun juga sangat drastis.

Dari 5,0 persen kontribusi terhadap PDB menjadi masing-masing 3,22 persen dan 1,60 persen. Keadaan ini bukan lagi menggambarkan keadaan kontraksi. Tapi keadaan ekonomi yang mengalami krisis.

Di dalam skenario ekonomi makro, ‘kekacauan’ itu tercermin pada proyeksi pertumbuhan PDB yang bergerak pada 2,3 persen pada Skenario Berat dan -0,4 persen pada Skenario Sangat Berat.

Perekonomian nasional akan kehilangan lebih dari separuh kapasitas normalnya, atau malah kehilangan keseluruhan kapasitasnya. Demikian juga pada pergerakan nilai tukar yang cepat dan drastis.

Setting kesadaran skenik pemerintah ini, sangat signifikan dalam menakar kapasitas dan kapabilitas pemerintah dalam membuat dan menjalankan kebijakannya.

Pada Skenario Berat, terdapat keyakinan bahwa sumber kapasitas pemerintah masih bisa diandalkan. Pada Skenario Normal, konsumsi pemerintah dipatok di angka 4,3 persen.

Pada Skenario Berat, angka itu bergerak ke atas, 6,83 persen. Ada upaya yang ‘extraordinary’ dari pemerintah dalam bentuk tambahan 2,5 persen konsumsinya.

Atau dengan kata lain, untuk tahun 2020 ini saja, pemerintah harus mengupayakan produktifitas kapasitasnya tidak kurang dari 130 persen kapasitas normalnya.

Mungkinkah itu? Kuncinya ada pada efisiensi dan pembiayaan. Konsistensi dalam menerapkan prinsip efisiensi sepanjang proses ini tidak bisa ditawar-tawar.

Ekspansi fiskal diarahkan pada program yang betul-betul bisa menahan laju pemerosotan ekonomi dan sekaligus juga memberi ruang bagi pemulihan ekonomi.

Demikian pula dengan pembiayaan. Sampai di sini, saya sendiri was-was pada isu ‘keberadaan’ sumber. Pasar hutang dunia sungguh akan sesak.

Saat ini saja, sudah ada tidak kurang dari US$ 7 Trilliun yang masuk ke dalam pasar dari berbagai upaya counter measure banyak negara dalam menghadapi krisis ini.

Yang potensial dan relatif murah itu adalah kapasitas Bank Indonesia. Tanpa mengabaikan potensi lain didalam negeri. BI adalah game changer dalam urusan ini. Senjata kewenangan yang diberikan oleh Perppu yang baru saja dikeluarkan oleh pemerintah memberi ruang “Open Ended Policy” bagi BI.

Catatannya ialah BI mesti kalkulatif sekaligus juga ‘ikhlas’ dalam menggunakan cadangan devisanya. Asal tidak mengulangi kekeliruan di era BLBI. IMF memang memiliki standar dalam menilai kekuatan ekonomi suatu negara dari segi cadangan devisanya.

Cadangan yang ada sekarang, setahu saya masih 20% di atas batas yang dianggap aman oleh IMF. Tetapi batasan ini tidak relevan dalam soal ini. Kita sesungguhnya sudah di tubir krisis ekonomi.

Sampailah kita pada Skenario Sangat Berat. Menjadi sangat berat karena pemerintah juga tergerus kapasitasnya. Pemerintah hanya sanggup menyediakan 3,73 persen konsumsinya. Hanya 87 persen dari kapasitas normalnya. Demikian juga nilai tukar yang menyentuh Rp20 ribu per USD.

 

Kapan itu terjadi? Jika krisis pandemi Covid-19 berlarut-larut tanpa kepastian hingga bulan september,(catatan: NHS/ Kementerian Kesehatan Inggris mendeklarasikan kemungkinan seperti ini), dan pemerintah kewalahan dalam menyediakan sumber pembiayaan.

Mengembalikan kehidupan menjadi normal dengan dampak Covid-19 yang sudah bisa terkontrol, dan menjaga sisi pembiayaan negara (karena otoritas fiskal, moneter dan jasa keuangan  semua di dalamnya) adalah tameng yang membatasi perpindahan skenario-skenario itu.

Pada tahap awal, kebijakan Rp405,1 Triliun dan Perppu yang melandasi serangkaian langkah yang diambil dan akan diambil pemerintah merupakan “bantalan” yang melegakan.

Paket ini cukup memberikan ruang bernafas bagi perekonomian rakyat dan UMKM. Sektor riil, khususnya UMKM memang harus menjadi “champion” dalam paket-paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan maupun yang akan diluncurkan.

Paket ini dianggap bisa membuat perekonomian bisa mendarat darurat (crash landing) tapi selamat. Konsumsi rumah tangga dijaga hingga pada batas minimal. Model transfer payment seperti ini memang jadi tren global.

Tujuannya mempertahankan momentum konsumsi rumah tangga. Sebagai suatu langkah kebijakan darurat, efeknya tentu terbatas pada penyediaan “bantalan”  perekonomian.

Kita masih menanti paket lanjutan pemerintah. Tentunya pada pembahasan RAPBN 2021 pada bulan Agustus nanti. Yang tahapnya akan dimulai pada pembicaraan pendahuluan di bulan Mei atau Juni.

Akhirnya, kepada Allah SWT jugalah kita berserah diri dan memohon pertolongan. Semoga Allah SWT membimbing kita semua keluar dari krisis ini. Amin. Wallahu‘alam. (*)

Penulis: Andi Rahmat, mantan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, seorang pelaku usaha dan aktivis-politisi Indonesia. Andi adalah mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

 

Share220Tweet138Share55Pin50

Berita Terkait

Perusahaan Pers Startup Siap-siap Gigit Jari dengan Terbitnya Perpres Keberlanjutan Media

20/02/2023

PRESIDEN Republik Indonesia berencana menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Keberlanjutan Media. Kini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Dewan Pers...

Ekspedisi Toba SMSI 2023: Menapak Sejarah Dana Toba Nan Indah

13/02/2023

DANAU Toba ternyata bukan hanya milik kita orang Indonesia. Danau yang berada di tengah Provinsi Sumatera Utara ini ternyata juga...

Listrik yang Aman, Nyaman dan Tepat Guna berperan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

09/02/2023

PERKEMBANGAN  Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)  pada abad ke- 21 ini sangat pesat mempengaruhi hampir setiap aktivitas masyarakat. Hal ini...

dr Sortaman Saragih SH MARS: Politik itu Ibarat Pisau

07/02/2023

SimadaNews.com-Pasca dilantik menjadi salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Indonesia (DPP-Perindo), dr Sortaman Saragih SH MARS, langsung melakukan...

Ekspedisi Toba HPN 2023: Jangan Lengah Mempertahankan Geopark Kaldera Toba

04/02/2023

DUNIA mengetauhi, Danau Toba telah menjadi perhatian internasional. Keindahannya tak bisa dipungkiri. Betapa tidak, Kaldera Toba ditetapkan sebagai UNESCO Global...

Politik Identitas, Ini Kata Ketua Bidang Politik DPP GMNI

01/12/2022

SimadaNews.com- Isu terkait politik Indentitas yang saat ini membumi di bumi Pertiwi kian melekat. Dimana kadang kala elit politik memakai...

Discussion about this post

Terkini

News

RHS Dorong OPD Lebih Kreatif dan Berinovasi

27 Maret, 2023
Komunitas

Ronald dan Daniel Dipercaya Pimpin GMNI Siantar

27 Maret, 2023
Komunitas

Harry David Levi Lingga Terpilih Ketua Umum Namaposo GKPS

26 Maret, 2023
News

dr Susanti Kunjungi Korban Kebakaran di Siopat Suhu

25 Maret, 2023
News

Jajaran Polres Simalungun Terima Audit Kinerja Itwasda Polda Sumut Tahap 1 TA 2023

25 Maret, 2023
News

3 Rumah Terbakar di Depan Megalend Siantar, Dua Orang Mengalami Luka Bakar

25 Maret, 2023
  • Redaksi
  • Terms
  • Policy
  • Pedoman

© 2018-2021 Simada News

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata duniaBarak ID

No Result
View All Result
  • News
  • Ekbis
  • Jagad Raya
  • Komunitas
  • Sudut Pandang
  • Simadagros
  • Asahan
  • Simada TV

© 2018-2021 Simada News

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata duniaBarak ID