Dari jumlah tersebut, Pending menyebutkan seluas 9,3 juta ha diperkirakan sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya pertanian.
“Potensi lahan rawa di Indonesia yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif tergolong sangat luas. Apabila potensi ini dapat dikelola dengan intensif dan memanfaatkan teknologi tepat, maka lahan rawa bisa menjadi alternatif yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produksi pangan nasional pada masa mendaatang,” tuturnya.
Upaya pemanfaatan lahan rawa dengan pola optimasi lahan telah mulai dirintis sejak tahun 2016. Pada tahun 2016, Ditjen PSP telah melaksanakan kegiatan optimasi lahan rawa seluas 3.999 hektare, kemudian tahun 2017 seluas 3.529 hektare, dan pada tahun 2018 telah terealisasi seluas 16.400 hektare (realisasi per 5 November 2018).
Pada tahun 2019, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PSP direncanakan akan mengembangkan lahan rawa seluas 500 ribu hektare yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.
“Di lahan rawa saat ini indeks pertanaman (IP) bisa meningkat hingga 1,0. Ini bisa terjadi karena difasilitasi teknologi yang sangat adaptif. Padahal dulunya petani harus menunggu rawa surut dulu, baru bisa tanam. Sekarang dengan memanfaatkan teknologi, rawa bisa menjadi lahan produktif,” jelas Pending.
Selama empat tahun terakhir, Kebijakan dan Program Ditjen PSP difokuskan untuk mendukung pembangunan empat sub sektor komoditas pertanian, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Dukungan tersebut diimplementasikan dalam bentuk kegiatan pengelolaan air, pengembangan sistem pembiayaan usaha pertanian, pengembangan sistem mekanisasi pertanian, fasilitasi pupuk bersubsidi, serta perluasan dan perlindungan lahan. “Kita akan terus mendukung tercapainya kedaulatan pangan nasional,” tutup Pending. (rel/snc)