SimadaNews.com-Era pemerintahan Jokowi–Jusuf Kalla, rata-rata kontribusi pajak terhadap pendapatan negara dan hibah mencapai 82 persen.
Deputi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menyatakan, tax amnesty belum mencapai tujuan seperti di Undang-undang No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
’’Nilai rupiah justru melemah pasca tax amnesty,’’ ungkapnya, seperti dikutip dari Jawa Pos.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, pada RAPBN 2019 yang diproyeksi Rp 2.142 triliun, 83 persennya disumbang dari sektor pajak. ’’Ada peningkatan signifikan di era Jokowi, tapi masih ada catatan pada program tax amnesty,’’ ucapnya.
Dana dari luar, ujar dia, tidak kembali ke Indonesia, tetapi justru pajak lebih banyak didapat negara dari dalam negeri.
Partisipasi wajib pajak (WP) belum maksimal dari peserta tax amnesty yang mencapai 965.983 atau 2,95 persen dari WP. ’
’Pemerintah harus konsisten dengan tujuan awal,” jelasnya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, meski sosialiasi sudah dilakukan dengan masif, ada dua alasan orang tidak ikut tax amnesty. Pertama, mereka merasa bukan sasaran tax amnesty karena sudah benar dalam menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
’’Kedua, mereka meremehkan karena merasa nggak ada dampak,” katanya.
Seharusnya, yang penting dilakukan adalah tindak lanjut setelah tax amnesty. Yang sudah ikut tinggal diawasi apakah pembayaran ke depan bagus.
’’Yang belum ya diperiksa kalau tidak jujur,’’ sahutnya.
Dia menjelaskan, penerimaan pajak selama ini tidak pernah tercapai karena berbagai kendala.
’’Sejak 2009 sampai sekarang, belum pernah tercapai. Kampanye kesadaran penting dilakukan. Lalu, uang pajak digunakan untuk kepentingan umum,’’ tuturnya. (snc)