SimadaNews.com-Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar Bincang Asik Pertanian Indonesia (Bakpia) guna membeberkan capaian kinerja subsektor hortikultura selama 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK di Bandung, Kamis (29/11) malam.
Hadir Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura, Suwandi, jajaran Eselon II lingkup Ditjen Hortikultura, Kepala Dinas Pertanian Jawa Barat, Hendy Jatnika dan para eksportir.
Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi, membeberkan kurun waktu 4 tahun terakhir, berbagai indikator kinerja hortikultura semakin membaik. Berdasarkan data BPS, trend produksi dan ekspor komoditas buah-buahan, sayuran dan tanaman hias semakin meningkat dari tahun ke tahun.
“Produksi Sayuran 2017 mencapai 12,48 juta ton naik dari tahun 2016 12,08 juta ton. Produksi buah-buahan tahun 2017 mencapai 19,6 juta ton, naik dari tahun sebelumnya 18,3 juta ton. Produksi bunga potong naik dari 763 juta tangkai di tahun 2016 menjadi 819 juta tangkai di tahun 2018,” beber Suwandi.
Lebih rinci, Suwandi mencontohkan produksi jeruk tahun 2017 yang mencapai 2,3 juta ton naik signifikan dari tahun 2013 yang hanya 1,65 juta ton. Produksi pisang juga naik dari 6,28 juta ton menjadi 7,04 juta ton.
“Produksi bawang merah pun melonjak dari 1 juta ton di tahun 2013 menjadi 1,47 juta ton di tahun 2017. Di tahun 2018 kami optimis lebih tinggi lagi,” ujarnya.
Terkait kinerja ekspor komoditas hortikultura, Suwandi menegaskan sesuai arahan Presiden Jokowi dan Menteri Pertanian, ekspor produk hortikultura tropis agar terus digenjot. Untuk itu, Kementan sudah memangkas perijinan ekspor sesimpel dan secepat mungkin, yakni melalui sistem Online Single Submission (OSS).
“Ini diikuti juga dengan revisi regulasi, di antaranya Permentan 29 tahun 2018. Semula mengurus izin ekspor tanaman hias dan benih hortikultura butuh waktu 8 hari sekarang menjadi 3 jam untuk dokumen yang sudah clear and clean,” akui Suwandi.
Dampak kebijakan tersebut, sambung Suwandi, langsung dirasakan pelaku usaha. Ekspor produk hortikultura seperti manggis, nanas, benih kangkung, durian, pisang, bawang merah, wortel, tanaman obat hingga tanaman hias meningkat signifikan.
Data BPS menyebutkan ekspor nanas 2016 sebanyak 138.400 ton, di 2017 naik 210.045 ton. Ekspor manggis periode Januari-September 2018 melonjak 378,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor durian hingga September 2018 melesat naik 733 persen dibanding 2017. Dulunya neraca perdagangan durian defisit, tetapi sekarang surplus.
“Buah-buahan lain yang ekspornya turut naik antara lain pisang, salak, jeruk dan rambutan. Kalau dulu hampir tiap hari kita dijejali dengan buah-buahan impor, kini buah-buahan lokal sudah mampu merajai, bahkan ekspor,” terangnya.
Selain buah-buahan, Suwandi mengungkapkan kinerja bawang merah juga mencatatkan prestasi yang membanggakan, dari semula masih impor 74 ribu ton tahun 2014, bisa turun drastis hingga nol persen di tahun 2016. Sejak 2016 hingga saat ini sudah tidak lagi impor Bawang Merah dan Cabai Segar, sehingga mampu membalikkan keadaan menjadi ekspor.
“Demikian juga untuk kentang sayur, kita sudah tidak perlu impor alias swasembada. Untuk kentang industri, salah satu produsen olahan makanan berbasis kentang terbesar di Indonesia telah menyatakan siap swasembada tahun 2019. Sementara pasokan ke industri lainnya akan selesai di tahun 2020,” ungkapnya.
Suwandi menambahkan kinerja subsektor hortikultura pun mampu menyumbang PDB 196 Trilyun di tahun 2017, naik dari tahun 2013 sebesar 137,3 Trilyun. Usaha Hortikultura semakin digandrungi masyarakat karena nilai tambah ekonominya yang sangat menjanjikan dibanding subsektor lainnya.
Indikatornya, lanjutnya, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Hortikultura yang dirilis BPS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Periode hingga Oktober 2018, NTUP Hortikultura mencapai 111,79 naik signifikan dibanding tahun 2014 yang hanya 106,05.
“Naiknya NTUP mengindikasikan bahwa usaha tani Hortikultura semakin menguntungkan secara ekonomi. Artinya kesejahteraan petani juga meningkat,” paparnya.
Tak hanya capaian ini, Dirjen termuda lingkup Kementan ini pun menerangkan kinerja subsektor hortikultura juga mampu meredam inflasi pangan. Angka BPS menyebutkan inflasi bahan makanan turun drastis dari 11,35 persen di tahun 2013 menjadi hanya 1.26 persen di tahun 2017 atau turun hingga 88,9 persen.
“Dua komoditas pangan pokok bawang merah dan aneka cabai yang dulu sering menjadi penyumbang inflasi karena fluktuasi harganya yang tinggi, namun dalam 2 tahun terakhir telah mampu diredam stabil. Untuk bawang merah bahkan menyumbang deflasi,” terangnya.
“Kita semua merasakan sendiri, bahkan saat hari raya keagamaan sekalipun kondisi cabai dan bawang merah terjaga stabil,” pintanya.
Suwandi mengakui masih punya pekerjaan rumah untuk menyelesaikan target swasembada bawang putih di tahun 2021 dan Kentang Industri 2020. Untuk bawang putih tahun 2018 ini ditargetkan bisa tanam sekitar 10.600 ribu hektar yang seluruh hasilnya akan dijadikan benih untuk musim tanam 2019 nanti seluas 40 ribu hektar.
“Tahun 2020 kami akan tanam besar-besaran hingga puncaknya 2021 nanti kita akan tutup kran impor secara signifikan,” ungkap Suwandi.
Terkait upaya pemerintah dalam mengatasi over produksi yang berakibat jatuhnya harga seperti terjadi pada bawang merah dan cabai, Suwandi mengaku sudah punya jurus jitu. Yakni dengan menata pola produksi antar wilayah dan antar waktu terutama untuk komoditas strategis seperti bawang dan cabai.
“Pasar lelang cabai yang kini sudah tumbuh kita perluas. Hilirisasi produk dan industri olahan terus kita fasilitasi. Teknologi dan manajemen penyimpanan kita perbaiki. Hulu hilir kita perbaiki bersama-sama. Intinya, kami ingin tunjukkan bahwa negeri ini punya potensi raksasa ekonomi masa depan yang luar biasa yaitu hortikultura,” tandas Suwandi.