catatan | ingot simangunsong
SETELAH Joko Widodo (yang akrab dipanggil Jokowi)—juga mantan Walikota Solo 2 periode dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu—menjadi Presiden RI ke-7, terbitlah sebuah buku dengan judul “Revolusi Mental” yang merupakan kumpulan tulisan dari sejumlah pakar sekaligus pemikir di negeri ini, INDONESIA.
Di dalam buku tersebut, terdapat juga tulisan Jokowi dengan judul “Revolusi Mental.”
Membaca buku tersebut—walau belum selesai dilahap habis—yang ditampilkan dalam tiga bagian itu, saya melihat ada sesuatu yang tidak disentuh dengan mendalam, yang sebenarnya sangat penting sekali diberi perhatian khusus.
Kegelisahan karena tidak tersentuh itulah, yang membuat saya melahirkan sebuah pemikiran betapa sangat pentingnya gerakan “Revolusi Mental Politisi”, agar negeri ini tidak dipenuhi oleh politisi busuk, penjahat politik dan bertambah lagi dengan munculnya politisi sakit jiwa (depresi).”
TANGGUNGJAWAB PARTAI POLITIK
Partai politik (parpol)—yang kini jumlahnya 16 parpol, dan ditambah 4 parpol lokal di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD)—adalah lembaga yang lebih besar tanggungjawabnya terhadap realisasi gerakan “Revolusi Mental Politisi.”
Karena parpol adalah tempat bernaungnya ratusan, ribuan bahkan jutaan politisi yang tersebar di negeri ini.
Parpol melalui kader-kadernya, adalah pemilik kontribusi terbesar dalam melahirkan berbagai kebijakan dalam perjalanan bernegara dan berbangsa di negeri ini, INDONESIA.
Kondisi percepatan pembangunan yang bermartabat, beradab dan beretika, dimana rakyat memiliki kedaulatan untuk mendapatkan fasilitas kesejahteraan, sangat tergantung pada seberapa baik mental para politisi mengemas dirinya.
Parpol yang didirikan dengan berbagai maksud dan tujuan, melalui “Revolusi Mental Politisi”, diharapkan dapat menyamakan persepsi bahwa INDONESIA, adalah rumah besar rakyat yang sangat membutuhkan kehidupan yang damai dan sejahtera.
Setiap parpol, yang juga bagian dari kerakyatan—melalui fungsionarisnya—harus terpanggil untuk lebih mementingkan kepentingan bangsa, negara mau pun orang banyak.
Melalui “Revolusi Mental Politisi”, parpol memiliki tanggungjawab untuk melepaskan lembaganya dari tindakan yang selama ini dilakukan kadernya hanya untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, kepentingan kelompok dan kepentingan partai.
Nuansa mementingkan diri sendiri, kelompok dan partai inilah, yang membuka peluang besar, lahirnya kader partai bermental politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi).
Sikap mau pun tindakan inilah, yang membuat arah pembangunan yang sudah dikemas dengan baik, terukur dan mengarah pada Indonesia maju dan melaju, menjadi melenceng atau berputar arah, karena para politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa, telah menjelmah menjadi bromocorah dan koruptor.
Mereka-mereka inilah, yang menyelewengkan anggaran belanja negara, untuk dimasukkan ke saku celana atau rekening bank diri sendiri, kelompok maupun partai.
MEMBEBASKAN PARPOL
Dalam tulisannya “Revolusi Mental”, Jokowi mengatakan, “INDONESIA saat ini menghadapi suatu paradoks pelik yang menuntut jawaban dari para pemimpin nasional. Setelah 16 tahun melaksanakan reformasi, kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang, semakin galau?” (hal 3).
Para pemimpin nasional yang dimaksud, tentu di dalamnya adalah para ketua umum parpol. Persoalan kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang, semakin galau, mau atau tidak mau, suka atau tidak disukai, juga menjadi tanggungjawab parpol yang ada di negeri ini untuk memikirkannya.
Hal itu pun tergantung pada ketulusan hati para pemimpin parpol untuk membebaskan parpol yang dipimpinnya dari kader politisi busuk, penjahat politik dan politisi sakit jiwa (depresi). Peranan pimpinan parpol, akan menjadi sangat bermanfaat dalam percepatan Indonesia maju dan melaju.
Jadi, kemajuan pembangunan negeri ini sangat tergantung pada mau tidaknya para pemimpin parpol untuk menggelar “Revolusi Mental Politisi” di kandang masing-masing. (lanjut ke edisi 2)