BANYAK yang menginginkan bahkan menafsir bahwa Anak muda akan menjadi penentu arah demokrasi Indonesia ke depan. Sebab jumlahnya yang sangat signifikan , bisa memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini.
Melihat itu, segala upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam memahamkan pengaruh politik daerah ataupun bangsa.
Selanjutnya yang kita tahu saat ini, generasi muda juga sudah mulai banyak yang melibatkan dirinya dalam wadah poliik, bahkan sampai ada yang didekati parpol karena jumlah mereka yang besar.
Selain itu, potensi yang dimiliki anak muda juga cukup beragam. Sebagian dari Mereka bergerak dinamis dan berpikir kritis, juga diantara dari mereka ada yang sudah menjadi pelaku politik (caleg), pengurus partai sampai kepada partisipan.
Untuk mewujudkan milenial yang berdampak penentu terhadap bangsa, apakah generasi muda harus dilibatkan dalam perpolotikan?, atau diberikan kebebasan berpolitik? atau hanya sekedar di pahamkan tentang politik dan selepas itu dipersilahkan berkreasi dalam politik?.
Opini itu muncul saat melihat kaum muda saat ini yang dijuluki sebagai kader bangsa banyak yang cenderung secara langsung ikut dalam kontes politik sementara masih minim pemahaman politik dan sebaliknya ada sebagian milenial yang sudah paham politik tapi tidak melibatkan dirinya dalam parpol.
Nah, ini yang menjadi beban bagi pemerhati bahkan bagi kaum muda tersebut, yang pada akhirnya menjalanlan kebijakan sendiri sesuai dengan kemampuan masing masing, baik secara ideologi maupun financial.
Politik bangsa yang sedang berjalan ini harus lah menjadi tantangan bagi generasi milenial, agar kedepannya bisa meneruskan kemajuan bangsa.
Lalu apakah generasi muda hanya bersuara atau menunjukkan kemampuannya ketika menuju tahun politik saja atau ada perhatian khusus oleh negara untuk menyelamatkan kaum muda dari kesalahan berpoltik?
Banyak hal yang harus diteladani oleh generasi milenial tentang kesejahteraan berpolitik.
Salah satu nya adalah bagaimana cara mereka menerima sosialisai tentang politik uang yang dilakukan oleh elite politik dan mensosialisasikannya kembali, sehingga kaum muda bisa terjauh sebagai pelaku politik uang dan mampu menegaskannya untuk generasi lainnya dan mampu mengadaptasikannya dengan baik melalui media sosial.
Karena kita tahu banyak nya statement jelang pemilu ” ga cair ga milih” maka kaum milenial harus dapat membedakan antara partisipasi politik dengan membangun jaringan sosial dan partisipasi yang mengarah pada mobilisasi akibat sentuhan uang.
Dengan demikian, bahwa generasi milenial yang terlibat dalam aktivitas politik, berperan strategis dalam menciptakan politik yang inklusif. Sebab, mereka tidak terlibat dalam kontestasi pemilihan, melainkan melakukan pendidikan politik ke masyarakat.
“Maka milenial adalah milik bangsa”
Bukan milik sekelompok kebutuhan politik sesaat menjelang pemilu..
Dan Sapaan milenial tidak hanya bergemuruh menuju kontestasi pemilihan saja. (*)
Dian G Purba MSi, Dosen Universitas Simalungun Pematangsiantar