PEMILIHAN Presiden pertama kali di Indonesia bukan dari pemilihan umum yang langsung dipilih oleh rakyat. Pemilihan Presiden pada awal tahun 1963 di pilih melalui MPR. Pemilihan Presiden melalui pemilihan umum mulai dipilih pada tahun 2004.
Pemilihan Presiden 2024 banyak menuai kontraversial, salah satunya adalah keputusan MK yang mengubah syarat umur calon Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam pemilihan Presiden 2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan agar syarat umur calon Presiden dan Wakil Presiden diubah menjadi 40 tahun atau pernah menjabat sebagai Kepala Daerah terpilih melalui pemilihan umum.
Perubahan MK yang mengubah syarat umur calon Presiden dan Wakil Presiden ini tertuang dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perubahan persyaratan umur tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Ada kelompok yang mendukung namun dibagian yang lain menolak perubahan persyaratan usia ini.
Putusan Mahkamah Konstitusi ini memiliki sisi positif dan sisi negatif. Apa saja sisi positif nya? Dampak positif yang pertama, memberikan kesempatan kepada anak muda.
Putusan MK memberikan kesempatan bagi anak muda untuk ikut berpartisipasi dalam politik dan menjadi pemimpin.
Dibeberapa negara didunia sudah ada dipimpim oleh anak muda, seperti Negara Ekuador yang dipimpin oleh Presiden berumur 35 tahun begitu juga Negara Prancis yang dipimpin oleh presiden berumur 34 tahun dan Negara Arab Saudi yang dipimpin berumur 38 tahun.
Dampak positif yang kedua, mengakui pemimpin muda. Putusan MK mengakui bahwa pemimpin muda dapat memiliki banyak prestasi dan pengalaman yang mampu untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden.
Ini memungkinkan generasi muda berkontribusi pada masa depan Indonesia.
Dampak positif yang ketiga, meningkatkan keberagaman dalam berlangsungnya proses politik.
Dalam putusan MK ini membuka peluang anak muda untuk aktif dalam proses politik dan sosial di Indonesia, sehingga meningkatkan keterlibatan anak muda dalam proses demokrasi.
Adapun aspek negatif dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini menurut kami yaitu?
Pertama, Nepotisme. Putusan MK ini disorot karna terkait kepentingan pribadi anak presiden, yakni Gibran Rakabuming Raka yang ingin maju untuk menjadi Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Kedua, Cacat Hukum. MKMK memutuskan bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat dan dihentikan sebagai ketua MK karena keputusan MK yang mengabulkan permohonan mengenai batas calon usia presiden dan wakil presiden.
Ketiga, Pengaruh Partai Politik. Dalam kasus MK ini dinilai aroma politik nya sangat besar karena adanya partai politik yang meberikan permohonan terhadap MK tentang syarat umur calon Presiden dan Wakil presiden.
Keempat, Pengaruh kepentingan umum. Putusan MK tentang perubahan umur calon Presiden dan Wakil presiden dinilai memiliki pengaruh besar pada kepentigan umum yang negatif sangat besar karena dapat menimbulkan permasalahan- permasalahan yang ada di masyarakat.
Contoh nya MOSI tidak percacaya terhadap Pemerintah yang pernah terjadi tahun 1998.
Dari kasus Mahkamah Konstitusi ini kita bisa lihat bahwasanya mereka sedang membuka atau mempermudah peluang seseorang untuk menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden. Dimana kita ketahui, Gibran Rakabuming Raka yang hari ini sebagai anak dari Presiden Jokowi sekaligus sebagai Walikota Solo.
Kami juga melihat Presiden Jokowi mendukung Gibran Rakabuming Raka untuk ikut menjadi kontestan dalam pemilihan Presiden yang menjadi pasangan dari Prabowo Subianto.
Pendapat kami, pemilihan Presiden di tahun ini adanya praktik dinasti politik yang mana Ayahnya menjabat sebagai Presiden dan anaknya menjadi calon Wakil Presiden di tahun 2024.
Dari keputusan MK, kita sebagai warga Indonesia harus melihat pergerakan – pergerakan Presiden dan Wakil presiden terpilih terutama Mahkamah Konstitusi, agar kedepan hal tidak terulang dan semua pihak lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi , kelompok dan golongan. (*)
Penulis: Jhon Agus Frando Sipayung, Ismet Akbar, Nurul Liawati, Nurfadillah yang merupakan Mahasiswa Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji