SUATU perkara pidana dari awal hingga putusan berkekuatan hukum tetap memiliki tahapan yakni, tahap penyidikan (opsposing), tahap penuntutan (vervolging), tahap mengadili (reehspraak), tahap pelaksanaan putusan (eksekusi) dan tahap pengawasan/pelaksanaan putusan pengadilan.
Perlu dicermati tahap mengadili (Reehspraak) harus disertai semangat memeriksa dan mengadili suatu perkara oleh para penegak hukum, Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum.
Tahap Mengadili (Reehspraak) tidak boleh dengan semangat menghukum atau membela membabi buta dengan menabrak peraturan yang berlaku.
BARANG BUKTI
Barang bukti ialah benda baik yang bergerak atau tidak bergerak, yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
Agar dapat dijadikan sebagai bukti maka benda-benda ini harus dikenakan penyitaan terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya benda yang dikenakan penyitaan berada.
Kecuali penyitaan yang dilakukan oleh penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu ada izin ketua pengadilan negeri setempat.
Adapun benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
- Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
- Benda yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
- Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 KUHAP ialah :
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
Bahwa pasal 184 KUHAP adalah hal mutlak dalam perkara pidana apabila tidak diatur secara khusus secara tersurat (Lex Specialist derogates Lex generalis) dan disertai prinisp pembuktian:
- Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (notoire feiten)
- Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis).
- Pengakuan (keterangan) terdakwa tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah. (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)
1.Keterangan Saksi (Pasal 185 KUHAP)
Secara kualitas, seorang saksi seyogya nya netral , objektif dan jujur, keterangan saksi sebagai alat bukti harus dinayatakan dalam persidangan.
Dalam Prakteknya , dalam perkara Narkotika, tidak jarang pihak kepolisiamn dijadikan saksi dalam suatu persidangan di Pengadilan. Apakah saksi dari pihak kepolisian dalam perkara narkotika dapat dibenarkan baik secara formil dan kualitas nya?
Berdasarkan Pasal 185 Ayat 6 KUHAP bahwa saksi itu netral, objektid dan jujur. Apakah syarat netral dan objektif terpenuhi oleh Saksi dari Kepolisian dalam hal pembuktian dalam persidanagan?
Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis). Definisi Saksi dalam pasal 1 (26) KUHAP : mendengar , melihat dan mengalami. Maka secara limitatif, kriteria saksi harus memenuhi syarat mendengar , melihat dan mengalami secara akumulatif (bukan secara alternatif).
Maka sangat lah sulit seorang saksi dari kepolisian dikategorikan saksi dalam perkara narkotika dalam hal mendengar, melihat, mengalami suatu perkara pidana narkotika yang sedang dalam penyelidikan maupun penyidikan.
Merujuk pada Pertimbangan Hukum Majelis HAKIM AGUNG Mahkamah Agung RI Putusan Perkara Pidana: 1531.K/Pid.Sus/2010 halamam 20:
-Saksi PRANOTO dan SUGIANTO yang berasal dari pihak kepolisian, kete rangannya tidak dapat di terima dan kebenarannya sangat di ragukan dengan alasan-alasan, bahwa pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepent i ngan terhadap perkara agar perkara yang di tanganinya berhasil di pengadilan , sehingga keterangannya pasti memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar- benar diberikan secara bebas, netral , objektif dan jujur (vide Penjelasan Pasal 185 ayat (6 ) KUHAP).
– Bahwa secara formal kehadi ran polisi di persidangan pada dasarnya digunakan pada saat memberi keterangan yang sifatnya Verbalisan:
-Pengakuan (keterangan) terdakwa tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah. (Pasal 189 ayat (4) KUHAP).
Sistem pembuktian yang dianut peradilan pidana Indonesia adalah sistem pembuktian ”negatief wettelijk stelsel” atau sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif yang harus:
-Kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya ”dua alat bukti yang sah”
-Dengan alat bukti minimum yang sah tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
Sistem Pembuktian Yang Dianut Indonesia
Pasal 183 KUHAP ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Prinsip Minimum Pembuktian
Asas minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur batas yang harus dipenuhi untuk membutikan kesalahan terdakwa yaitu:
-Dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah (dengan hanya satu alat bukti belum cukup).
Maka, beban pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Narkotika, perlu dimulai dari penyidikan yang benar dan cermat sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku agar tidak mengusik rasa keadilan dan asa kepastian hukum itu sendiri.
Akhir kata saya ingin mengutip adigium hukum yang terkenal, “lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah !”
Andre Yosua M, advokat/praktisi hukum tinggal di Banten